My lil Sis, Merry, mengunjungi saya di Medan dalam rangka liburan perkuliahannya di Politeknik Negeri Padang. Setelah sebelumnya sempat membatalkan niatnya akibat tidak ada partner dalam perjalanan lintas darat Bukittinggi-Medan, akhirnya Merry memberanikan diri untuk beragkat sendirian tanpa teman.
Dari kecil Merry paling dikenal akan kelemahannya dalam perjalanan darat. Bahkan untuk jarak tempuh 1 KM saja, my lil Sis ini bisa mabok darat dan berakhir memuntahkan isi perutnya. Saya ingat kejadian lucu saat kami berlibur di Padang dan menginap di rumah sepupu kami di Indarung. Kami dijemput di rumah nenek di Ujung Pandan oleh sepupu kami , Uni Desi, dan kemudian dia membawa kami ke Indarung dengan menumpangi angkot. Karena tahu Merry lemah dalam perjalanan darat, saya menyarankan agar dia duduk di bangku depan sebelah supir bersama sepupu kami. Dengan begitu ia bisa menghirup udara segar sepanjang perjalanan dan tidak akan mabok.
Awalnya itu terdengar seperti rencana yang cukup sempurna. Apalagi ini cuma perjalanan beberapa KM dan jalannya juga tidak berkelok-kelok. Semua berlangsung aman sampai kami tiba di tujuan. Saya yang duduk di bangku belakang turun duluan dan membukakan pintu depan untuk adik saya tersebut. Apa yang terjadi. Dengan pipi menggembung dan wajah pucat ia melompat, disusul sepupu saya dan Hoekhhh....
Dia muntah!
Sejak saat itu, perjalanan darat menjadi ke khawatiran tersendiri bagi kami sekeluarga, terutama kalau kami harus menumpang kendaraan umum dan Merry ikut. Kami harus memastikan ia bisa duduk di dekat jendela atau di bangku paling depan agar perjalan kami bebas gangguan.
Namun jeleknya, gara-gara hal sepele ini, orang tua jadi meragukan kemampuan adik saya untuk bisa melancong saat kuliah nanti. Merry mulai ditakut-takuti bahwa kemungkinan ia akan bersekolah di kota tempat kami lahir dan dibesarkan, Batusangkar, karena ia tidak mungkin dilepas bepergian sendirian jika akan berakkhir mabuk darat parah. Tapi syukurlah Merry lebih ngotot dari pada lelucon orang tua saya itu. Ia berhasil memasuki Politeknik Negeri Padang dan sampai sekarang sudah 1,5 tahun berdomisili disana. Riwayat mabuk perjalanan? Nihil!
Merry akhirnya bisa mengalahkan riwayat jeleknya tersebut. Saya rasa itu berkat keteguhan hatinya yang ingin bisa melihat dunia luar, di luar kota kecil kesayangan kami. Sejauh ini, Merry sukses sehat sentausa dalam perjalanan lintas Sumatera Barat ketika keluarga saya melawat perhelatan akbar, WISUDA SARJANA SAYA setelah 5,5 tahun menunggu !
Dan sekarang, Merry bersama saya. Kemana dia sebaiknya saya bawa? Untuk bagian pertama saya rasa Mesjid Raya dan Istana Maimon oke juga tuh. Ready, 1.. 2.. 3... *jepret* Ayo lihat hasilnya...
NO CARD IN CAMERA !
Oh no...
Akhirnya kami beraksi dengan kamera handphone Sony Xperia Ray milik adik saya. Huhuhu, saya fotografer trainee hina dina. Bagaimana mungkin memori kameranya saya lupakan begitu saja. What if Saya memotret di sebuah event yang jauhnya mintak ampun dari rumah saya? Misalnya di Pangunguran sana, mau dicari kemana memorinya?
Makan kolak doren di samping Mesjid...
Langit-langit istana Maimon^^
Ada cerita lucu saat kami memasuki istana Maimon. Kami berjalan dari Mesjid Raya menuju lokasi istana yang tidak seberapa jauh dari Yuki Simpang Raya ini sambil melihat kanan kiri mana tahu ada toko elektronik atau selular. Jujur saja saya baru dua kali memasuki Istana Maimon. jadi saya tidak begitu paham bagaimana atau dimana pintu masuk dari lokasi wisata yang menjadi most visit place di Medan ini. Pertama saya memasuki Istana Maimon adalah saat membawa seorang turis asal Ukraina yang bernama Alexei. Kami berjalan dari Mesjid Raya dan memasuki pintu gerbang di sebelah kanan. Karena pintu gerbang besar yang di tengah tutup. Waktu itu kami hanya sampai di depan istana, tidak masuk ke dalamnya karena si bule nggak terlalu interest dengan lokasi wisata yang ke-rame-an. Jadi kami lenggang kangkung begitu saja meninggalkan kompleks istana.
Kali ke-dua adalah saat bersama my lil Sis. Saya memasuki istana Maimon dari pintu gerbang yang sama ketika saya memasukinya bersama Alexei. Hanya saja saya baru ngeh ada tulisn "Dilarang Masuk Kecuali Pengunjung Tanaman Hias" dan tulisan lain "Dilarang Parkir kecuali Pengunjung Tanaman Hias". Saya dengan polosnya masuk begitu saja dengan pikiran, lalu pintu masuknya dimana rupanya? Dalam hati saya saya berpikir mungkin hari ini tidak dipungut biaya, berhubung Bapak penjaga (sepertinya) yang duduk di gerbang juga membiarkan kami berlalu begitu saja.
Setelah sampai di depan istana, saya bertanya apakah adik saya ingin masuk ke dalam. Ia mengangguk, dan kami pun menaiki tangga istana. Di puncak anak tangga teratas kami alngsung disambut suguhan live music performance. Setelah menikmati satu lagu sampai selelsai, kami bergerak memasuki ruangan depan istana. Di dalam ini saya pikir kami akan membayar tiket atau apa palh. Jadi ketika melihat ada banyak orang berkerumun di satu meja, saya menghampiri sampil mempersiapkan uang dua Rp 10000,-. Tapi itu bukan meja karcis atau tiket seperti dugaan saya. Meja dimana seorang ibu-ibu berjualan souvenir, termasuk sabun batang sereh wangi dengan huruf kanji besar di depannya. Saya bingung, jadi bayar tiket masuk dimana?
Setelah saya ingat-ingat kembali, arus umat yang memasuki kompleks Istana Maimun datang dari sebelah kiri saya. Dan ya, di seberang sana ada gerbang dengan penjagaan. Ada banyak bus pariwisata berbaris rapi juga. Dan ada banyak kerumumnan umat juga. Ah, rupanya disana pintu masuknya (yang berbayar).
Berhubung sepertiny tidak ada pemeriksaan ulang tiket, saya dan Merry cuek saja dan berfoto-foto ria. dalam hati saya berjanji lain kali akan lewat gerbang tanaman hias lagi (haha). Nggak ding, saya akan mengedukasi agar setiap sahabat yang kondangan ke sini untuk masuk lewat gerbang yang sebenarnya, yaitu gerbang sebelah kiri yang ada pos tiket masuknya. Jangan masuk lewat gerbang penjualan tanaman hias!