Kamis, 26 Februari 2015

30 Days Without Smartphone Day 9


I have a new activity every thursday, on air di radio.

Jadi co-host itu cukup menyenangkan. Kalo disini mungkin sistem kerjanya sederhana, saya hanya perlu datang dan menjawab pertanyaan penyiar utama. Nggak tau kalau di radio jkota metropolitan seperti apa.

Radio tempat saya nyiar adalah radio yangn dikelola pemerintah daerah. Nama programnya pun a la kadarnya, English Is Fun. Yup, ini adalah siaran berbahasa Inggris. Jadi saya harus cuap cuap pakek bahasa Inggris. Aneh lho, saya kan lulusan Sastra Jepang. kekeke.

Bisa dibilang saya nggak punya pengalaman siaran di radio. Suara saya aja cempreng sebenarnya. Tapi kalau soal tereak atau maki orang, bisa lah... bikin orang jantungan atau lari terbirit birit. *prettt* 


Pengalaman saya berbicara di depan umum bermula dari hobi saya sok eksis dalam diskusi di kelas. Entah mengapa, saya doyan melempar pertanyaan atau mengomentari segala sesuatu. Guru-guru berusaha mengajar di kelas lebih interaktif. Diskusi sering dijadikan opsinya. Siswa disuruh bikin makalah, topiknya tentang materi pelajaran yang lagi dibahas (rata-rata menyalin dari buku teks) dan siswa lain akan mengajukan pertanyaan dan kritikan. And you know what, biasanya guru akan memberi poin lebih kalau kamu aktif dalam diskusi. Masalahnya, tim pemateri biasanya nggak suka ditanya-tanya. Mereka sebelum tampil biasanya mewanti agar teman-teman sekelas jangan sampai ada yang bertanya. Malah kadang temen sekelas saya nge-warning supaya saya jangan nanya. Saya cuek beibeh tetep nanya. Soalnya hanya di pelajaran ilmu sosial saya bisa berjaya, ilmu alam saya ancurrrrrrr. Ilmu sosial (bertanya dan berdebat) menyelamatkan nilai raport saya dari kebakaran hebat yang nyaingin kebakaran hutan musiman di Indonesia. 

Gara-gara (kelewat aktif) bertanya di kelas, jhal ini berlanjut ke cuap-cuap di depan umum. Menjadi sosok yang mengintimidasi setiap sesi diskusi di kelas itu membuat kepercayaan diri saya ikutan naik. Saya jadi over confident kadang. Haha. Saya cukup berani mengutarakan pendapat, tampil di depan umum untuk berbicara (jangan nyanyi Plisss), bahkan memberikan ceramah di depan kelas yang di hari Jumat. ujung-ujungnya saya diikutkan lomba debat bahasa Inggris. 

Saat kuliah, mungkin karena kebiasaan ceplas ceplos, saya gampang dapat teman. Kalo diam saya serem (kata temen) kalau bicara baru keliatan karakter aslinya. 

Saat kuliah juga saya nyicipin pengalaman jadi Mc untuk acara kampus sampe mall. Tapi satu yang nggak saya lakukan adalah ikutan audisi penyiar radio. Kenapa tidak? Disini saya nggak pe-de. Jaman kuliah bisa dibilang hidup saya pas-pas-an. Minggu ke 3 biasanya saya sudah menjadi makhluk dengan uang receh disaku. Soal fashion? saya a la kadarnya. Jins murah beli di pasar (bukan di butik yaaa), kaos obralan. Sepatu busuk. Ransel gede. Udah gitu. kalau ngeliat penyiar radio beken dan gahoool, tampilan mereka ciamik, tongkrongan juga keren. Saya minder.  Saya bukan tipikal anak gahoool. Kayaknya gemerlap dunia per-DJ an nggak masuk sama habitat aslli saya. Ujung-ujungnya saya cuman nge-MC di kampus dan di Mall sepi pengunjung.

Back to the radio show, saya belajar dari nol. Zero experiences membuat proses belajar jadi cukup menyenangkan kok. Saya menjalaninya sambil evaluasi. Mulai dari mengatur tempo, artikulasi dan bagaimana masuk dalam sebuah percakapan. Jangan asal selonong saja. Syukurnya, penyiar utama Mr Harry cukup baik hati menghadapi ke -newbi-an saya. Otherwise, He'll fire me! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar