One Day Trip kami di Pariangan ditutup dengan mengunjungi makam Datuak Tantejo Gurhano, atau yang lebih dikenal dengan sebutan kuburan panjang. Kuburan panjang, sesuai dengan namanya, merupakan sebuah kuburan tua berukuran panjang yang konon hingga saat ini tidak dapat diketahui dengan pasti berapa panjanganya. Menurut cerita yang pernah saya dengar, pengukuran makam ini selalu menghasilkan panjang yang berbeda. Panjangnya berkisar antara 23 hingga 29 meter. Makam ini disebut masyarakat sebagai makam Datuak Tantejo Gurhano. Beliau dikenal masyarakat Minangkabau sebagai arsitek yang membangun Balairung Sari, sebuah bangunan untuk bermusyawarah pelbagai suku di Minangkabau dan berlokasi di Nagari Tabek. Kisah lain menyebutkan bahwa Datuak Tantejo Gurhano merupakan arsitek pertama yang membangun rumah gadang dengan atap bergonjongnya.
Komplek makam Datuak Tantejo Gurhano ini berada dalam pengelolaan BPCB Sumatra Barat. Saat kami datang ke sini, gerbang masuknya terkunci. Tidak terlihat keberadaan juru pelihara situs cagar budaya ini, sehingga kami pun hanya bisa mengambil gambar dari luar pagar.
Oh ya, komplek makam ini juga memiliki areal medan nan bapaneh. Apa itu medan nan bapaneh? Ini adalah sebutan untuk ruang terbuka yang dijadikan sebagai tempat bermusyawarah bagi para penghulu dan masyarakar Minangkabau. Jika Balairung merupakan bangunan, bisa dibilang medan nan bapaneh versi outdoor-nya.
Batu-batu pipih sebagai tempat duduk peserta musyawarah tersusun rapi berikut sandarannya. Posisinya berjejer menghadap ke arah timur. Tidak jauh dari batu-batu tersebut terdapat sebuah gundukan tanah yang berbentuk lancip. Tingginya sekitar 2 meter dan dipuncaknya terdapat formasi bebatuan yang membentuk lingkaran. Gundukan ini diduga merupakan situs candi kuno yang keberadaannya masih meninggalkan tanda tanya.
Tidak jauh dari makam Tantejo Gurhano, terdapat sebuah rumah gadang tua yang berhasil menarik perhatian kami. Rumah gadang ini telah berusia ratusan tahun, sama seperti rumah gadang lainnya. Namun yang membuatnya istimewa adalah keberadaan dua buah rangkiang tua yang masih berdiri kokoh di depannya.
Rumah Gadang ini bernama Rumah Gadang Datuak Kayo. Luasnya 5 ruang dengan atap bagonjong sibak baju. Rumah gadang ini memiliki surambi didepannya dan memiliki dua pintu. Hal unik lainnya dari rumah gadang ini adalah bentuk atap surambinya yang tidak seperti atap surambi rumah gadang kebanyakan. Atap surambinya memilliki disain seperti rumah kolonial.
Ini bukan kali pertama saya menyambangi rumah gadang ini. dua tahun sebelumnya saya bahkan sempat memasuki rumah ini berkat pertemuan saya dengan salah satu anak nagari yang bernama Iwan. Ia dan Ayahnya kemudian membukakan pintu untuk saya dan Carel, tamu saya dari Belanda. Saya kurang ingat berapa jumlah bilik di dalam rumah gadang tersebut. Namun beberapa detail interiornya sama dengan rumah gadang Datuk Maharajo Depang. Salah satu yang cukup unik adalah keberadaan jendela kecil di sudut kiri rumah. Konon jendela kecil ini berfungsi sebagai jendela pengintai. Pengintai gebetan di kala damai dan pengintai penjajah di zaman kolonial. Serius, ini kisah yang diceritakan oleh anak nagari Pariangan lho.
Dan itu lah akhir dari perjalanan kami di Pariangan. Dalam one day trip kali ini kami mengnjungi lebih kurang 7 objek wisata. Semoga catatan perjalanan ini bisa membantu travellers yang ingin merencanakan perjalanan ke Nagari Tuo Pariangan secara efisien.
Oh ya, hampir lupa. Di Pariangan sudah tersedia home stay lho bagi travellers yang ingin menginap. Pastikan kalian menikmati pesona sun rise di Pariangan. Dijamin akan semakin memperindah perjalanan.
Akhir kata, Pariangan menunggu kedatangan kamu lho...
Info lanjut mengenai homestaynya dong kak, seperti harga permalam sama kontak yg bisa dihubungi
BalasHapus