Tahun 2006 adalah tahun dimana untuk pertama kalinya saya mengambil keputusan terbesar dalam hidup saya. Keputusan ini tidak hanya akan mempengaruhi hidup saya tapi juga hajat hidup orang banyak, karena Vanessa Williams sings that "...and we are all connected to each other, by the chains by the circle that never ends syalalalala" (hehehe)
Saya memutuskan untuk keluar dari zona aman saya dibawah lindungan ketie orang tua. Saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke sebuah daerah yang hanya pernah saya kunjungi lewat atlas dan globe. Hanya nama dan kabar angin tentangnnya yang saya dengar, tapi apa pun kebenaran tentang negeri itu saya tidak pernah tahu. Saya pindah untuk hidup mandiri dengan subsidi bulanan dari ortu ke Medan !
Demi Tuhan, keputusan ini sebnarnya agak nekat bin high risk. Saat kondisi ekonomi keluarga lagi agak morat marit, pindah ke kota besar menjadi sebuah beban bagi saya dan tantangan bagi orang tua. Bagaimana pun saya sudah lulus SPMB, tidak mungkin saya membuang kesempatan besar untuk kuliah di Universitas Negeri hanya karena tidak ada biaya? Ini seperti sebuah dongeng tragis pendidikan Indonesia.
Dengan keajaiban dan kemurahan hati beberapa pihak hehe, saya berhasil berangkat ke Medan. Tanpa ada sanak saudara (Sebenarnya ada, tapi saudara jauh yang belum pernah kami temui) dan bermodalkan uang pas-pas-an saya bersama Bapak tiba di Medan. Syukurlah ada anak gadis tetangga kami yang kuliah di UNIMED. Hanya saja jarak UNIMED ke USU lumayan jauh, dan si anak gadis tinggal di Tanjung Mulia, sementara saya dan Bapak harus dijemput di Amplas. Benar-benar akan merepotkan. Setelah stay satu malam di kos si anak gadis tetangga, namanya kak Osisca btw, saya diantar mendaftar ke USU oleh pacar si kakak karena si kakak adalah mahasiswi jurusan olehraga yang jam terbang pertandingannya tinggi dan padat. Setelah mendaftar otomatis saya dan Bapak completely terdampar di USU.
Lucky us, saya ditemukan teman saya dan diantar ke stand milik IKATAN MAHASISWA IMAM BONJOL alias persatuan mahasiswa asal Sumatera Barat dan berdarah Minangkabau di Universitas Sumatera Utara. Saya menemukan bahwa memang darah merantau orang Minang itu tidak akan surut oleh zaman, malah makin cetar membahana ! Akhirnya, Bapak bisa bernapas lega. Ia mempercayakan saya kepada salah satu senior IMIB-USU yang bernama Uni Rika, dia orang Sungayang, sama seperti Ibu saya, dan saya tentunya (karena kami menganut sistem matrilineal). Hari itu juga saya mendapat kontrakan berkat bantuan Sempai saya di Departemen Sastra Jepang dan senior saya di SMA 1 Batusangkar, Uni Dzurahmah.
Uni Dzurahmah kemudian mengantar saya ke kos Uni Rika, yang juga menajdi kos sahabat satu SMA saya yang sudah terlebih dahulu di Medan karena mendapat program PMDK, Elsya Meci. Setelah Bapak memastikan lokasi saya akan indekos dimana serta tarifnya berapa, Bapak langsung menitipkan saya kepada Uda Uni IMIB-USU, dia langsung pulang ke Ranah Minang sore itu juga. Saya melepas kepergian bapak di pool bus Makmur (Bapak berencana mampir ke Pekan Baru terlebih dahulu) dengan ditemani oleh sesama rekan mahasiswa baru USU, Elsya Meci dan Irfan Mantovani. Herannya saya tidak sedih atau merasa melankolis sama sekali. Mungkin karena terbesit optimisme yang besar bahwa saya akan baik-baik saja disini dan Bapak tidak akan perlu mencemaskan keadaan saya.
Memulai kehidupan di Medan sebagai mahasiswa baru dari titik nol! Saya merasa seperti pengantin baru. Ditemani senior-senior IMIB USU yang baru saya kenal, kami dengan rombongan kecil sesama anak ayam baru menetas berbelanja kebutuhan kos-kos-an. Saya berkenalan dengan Tilam (secara saya tahunya itu disebut kasur, hehe), pajak, sudek, dan pasar untuk pertama kalinya. Kami membeli kasur busa, ember, keranjang perkakas mandi, kotak sabun, setrikaan, ;lemari, meja kecil, ketel elektrik plastik, rice coker, bantal, guling dan brush di Pajak Sore. Lucu kalau mengingat masa itu dimana ongkos angkot sebesar gopek masih berlaku, Kalau sekarang mah bisa di katai 'babi' deh sama abang supir yang galak. hahaha. Dan kami mengangkut itu semua dengan angkot dan becak motor.
Sebagai mahasiswa-mahasiswi baru kami disambut dengan acara Penyambutan Mahasiswa Baru di sebuah daerah wisata, Tongging. Kami menginap disana 1 malam dan kami mengikuti acara yang membawa kami berinteraksi satu sama lain sesama mahasiswa baru, senior dan alumni. Saya ingat salah satu acara pada malam itu kami dibagi dalam beberapa regu, mata ditutup kain, dan kami harus berjalan sambil memegang bahu kawan di depan kami dan para Uda Uni menuntun di depan. Kami mengunjungi pos-pos yang sudah dihuni oleh para senior dan alumni. Di masing-masing pos ada tema-tema tertentu yang dibahas. Ada kebudayaan, organisasi, akademik dan lain-lain.
Touch down di Tongging =)
Baris berbaris sebelum mulai acara, dipimpin oleh Bro' Ori Ariyandi
Setelah melalui malam dengan acara sosialisasi, siangnya sebelum pulang ke Medan, diadakan acara kejutan (bagi mahasiswa/i baru, pemilihan Bundo, Datuak, Dubalang, Mantri, dan satu lagi apa ya? haha)
ke-5 orang yang dipaksa maju ke depan seperti terdakwa =) the only girl is Me *aishh masa-masa culun itu* . dan Saya terpilih sebagai Bundo IMIB-USU 2006 haha,
Para Peserta PMB IMIB-USU, beberapa diantaranya masih tetap di Medan setelah kuliah, beberapa telah pindah ke kota lain, beberapa saya tidak tahu kabarnya dan konon saya sudah lupa seperti apa orangnya dan siapa namanya =(
Dari PMB ini kami telah saling mengenal satu sama lain. Setelah PMB, beberapa ada yang masih stick together as IMIB USU members, dan beberapa ada yang memilih jalan lain karena kesibukan sebagai mahasiswa baru. Saya pribadi merasa nyaman dengan keberadaan IMIB USU dan selalu berupaya mengikuti kegiatan yang diaakan Uda Uni pengurus di masa itu. Selain karena alasan nyaman, saya juga merasa tersentuh dengan kebaikan Uda Uni yang sudah membantu saya tanpa pamrih berdaptasi dengan lingkungan baru saya sebagai mahasiswa dan anggota masyarakat baru.
Di IMIB USU saya belajar berorganisasi yang sebenarnya untuk pertama kalinya. Walau di SMP dan SMA saya terlibat OSIS tapi tidak lebih dari keroco-keroco saja alias bagian-bagain terbawah dan terpinggirkan. Saya sangat ingat bagaiman sosok Uda Rahmat ketua IMIB USU saat itu (kami sering memanggilnya Da Ra) dan Uda Idris yang kocak. Sosok-sosok itu tidak akan pernah saya lupakan karena kerendahan hati mereka. Walau terkadang jalannya organisasi tidak mulus, tapi itu adalah sebuah proses yang pasti akan terus berjalan. Negara se adidaya Amerika saja memiliki dua kubu berseberangan, dan Negara makmur seperti Inggris saja memiliki partai oposisi dalam setiap pemerintahannya.
Saya kemudian terlibat dalam kepengurusan di tahun 2007 untuk pertama kalinya. Setelah Da Ra, Uda Tosa Dwi Oktora kemudian menjadi Ketua Umum IMIB USU yang baru. Dalam kepemimpinan Uda Tosa Dwi Oktora inilah untuk pertama kalinya seksi Hubungan Masyarakat IMIB USU dibentuk. Uda Ade Marza menjadi Ketua Seksi Humas, Uni Uci menjadi sekretaris dan saya sebagai salah satu anggotanya. Bersama Uda Ade dan Uni Uci, kami merumuskan bagaimana program kerja yang dapat memperkenalkan IMIB USU sebagai sebuah organisasi sosial berbasis Kemahasiswaan ketimbang organisasi primordial belaka. Beberapa ide yang tercetus adalah membuat website, social media interaction, dan Road Show. Saya, Uni Uci dan Uda Ade kebetulan sama-sama aktif di Pers Mahasiswa Suara USU di masa itu, jadi kami memiliki sedikit pengetahuan dan pengalaman dalam hal komunikasi dan media, khususnya Uda Ade yang lebih senior dan aktif di berbagai organisasi, baik itu jurnalistik, sastra mau pun organisasi keagamaan hehe.
Di tahun ini juga kami turun ke jalan menggalang dana untuk korban bencana alam di kampung halaman. Kami melakukannya beberapa hari di beberapa titik strategis. Berpanas-panas dan tersapu debu memeluk dan menyodorkan kotak supermi bertuliskan AKSI DANA KORBAN GEMPA BUMI SUMATERA BARAT.
Potret Kepengurusan IMIB USU dengan Uda Tosa Dwi Oktora sebagai Ketua Umum =)
Beberapa IMIB USU angkatan 2006 yang terlibat kepengurusan, dari kiri ke kanan di belakang, Furqon, Joe, Saya, Meldi, Di depan (kiri-kanan) Apat, Elsya Meci, Hafizh dan Angga.
Foto ini diambil jelang akhir kepengurusan 2007/2008
Jajaran pengurus Padusi Minang =). Kiri-kanan , Uni Rika, Saya, Uni Suci, Elsya Meci, Uni Ija, Uni Liza, Uni Deni, Uni Dzurahmah, Uni Yona dan Uni paling Ujung saat mengetik tulisan ini serius saya lupa namanya! Tapi saya ingat betul orangnya karena indekos di gang Paten no 8.
=)
Setelah Uda Tosa, tampuk kepemimpinan beralih ke saudara Hafizh Er Razaq. Di periode ini saya masih meneruskan posisi sekretaris HUMAS melanjutkan amanah uda Ade. Kepengurusan di periode ini adalah kepengurusan dimana ada banyak cobaan. Mengingat kepengurusan Uda Tosa adalah titik inovasi, maka kepengurusan kali ini harus lebih baik lagi dan memberi lebih banyak kontribusi kepada anggota dan masyarakat. Di periode ini saya mengenal kawan-kawan angkatan 2006 lainnya yang sebelumnya belum pernah saya temui. Saya berkenalan dengan Minda yang menjadi Sektretaris Umum paling tabah dan murah senyum hehe. Sayangnya meskipun kepengurusan ini kami cukup akrab, sayangnya saya tidak memiliki dokumentasi foto kepengurusan periode 2008/2009 ini ;(. Kalo ada mantan pengurus periode ini yang kebetulan baca blog ini, bagi-bagi dong fotonya ...
Sampai di periode ini saya masih sangat aktif, namun setelah tidak menjadi pengurus lagi, saya sudah mengurangi keterlibatan dalam IMIB USU. Bukan karena tidak peduli lagi, tapi semata-mata kesibukan yang makin bertambah dan jadwal tidak pernah sinkron. Bahkan, PMB tahun 2006 adalah satu-satunya PMB IMIB USU yang saya ikuti sampai sekarang.
Sesekali saya masih datang ke acara -acara rutin IMIB USU seperti pelantikan pengurus periode baru, Malam seni, halal bi halal atau pun Isra' Mi'raj. Walau tidak bisa senantiasa datang dalam hati saya selalu berharap kegiatan tetap akan kontiniu dan minat para anggota tidak akan pernah luntur.
^^
End Note : Organisasi adalah sebuah wadah yang menaungi individu-individu yang memiliki kesamaan tujuan. Sederhananya sih begitu. Tapi dalam sebuah organisasi, setiap individu pasti tidaklah sama dan tidak boleh sama. Manusia terlahir dengan keunikan dan talentanya masing-masing. Lingkungan dan proses pembelajaran yang akan membentuk mereka sejatinya. Jadi, konflik dalam sebuah organisasi adalah wajar. Kita tidak sempurna dan kita tidak selamanya akan searah.
Tapi, ketika kita memutuskan untuk melebur di dalam sebuah organisasi, kita harus memahami satu hal bahwa dalam organisasi kita bukan lagi individu, tapi sudah menajadi sebuah kesatuan utuh. Kepentingan perorangan tidak seharusnya menajdi ganjalan dan bibit konflik, kepentingan segelintir orang seharusnya tidak merusak kekeluargaan organisasi.
terkadang ego individu bisa menjadi duri dalam daging, tapi sebagai individu yang cerdas, dan sebagai manusia sosial dalam organisasi kita harus bisa memilih mana yang harus di utamakan. Jujur saja selama kepengurusan saya sempat tidak menyukai cara berpikir salah seorang pengurus. Namun se-tidak suka apa pun saya, saya tidak bisa serta merta menjauhinya dan bersikap anti terhadapnya. Apalagi terang-terangan menunjukkan sikap perlawanan dan sengaja memancing pertengkaran. Bagi saya itu bukan sikap orang bijaksana. Seiring berjalannya waktu saya sendiri belajar bahwa sikap kontra rekan saya tersebut memberi banyak pelajaran baru bagi saya dan rekan-rekan lainnya. Tidak selamanya sikap egoisme individu itu buruk kok.
Post ini sengaja saya tulis dalam rangka Golden Anniversary Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol (IMIB) Universitas Sumatera Utara. Semoga IMIB USU senantiasa berkembang, terpandang dan menjadi panutan ! Dirgahayu IMIB USU yang ke- 50 Tahun !