Minggu, 09 Desember 2012

Ten Years Promises

Dahulu sekali, 8 tahun yang lalu, empat sekawan yang duduk di 2 meja deretan terakhir dekat pintu masuk di kelas 2-3 sebuah SMA Negeri di sebuah kota kecil di Sumatera barat pernah membuat sebuah janji konyol. Selang 10 hari setelah ulang tahun salah seorang sahabat, mereka tiba-tiba dihantui masa depan. Di masa SMA ketika memiliki mimpi bagaikan memiliki sepeti harta karun, 4 sahabat itu memutuskan untuk memancangkan perjanjian untuk saling berbagi mimpi itu sepuluh tahun kemudian. 30 November 2004, mereka mulai menghitung mundur.

Lucy, si bungsu, selalu memiliki ambisi paling tinggi di antara lainnya. Baginya status dan materi adalah simbol kesuksesan. Reallitas di matanya adalah angka dan sertifikat. Ia berusaha berkali lipat dari orang lain untuk lebih unggul. Dan tidak mengenal kekalahan dalam kehidupan, entah itu merupakan kompetisi atau pun sosialisasi.

Aster, lebih tua 6  bulan dari Lucy, tipikal gadis desa yang  berpendidikan. Baginya yang dididik oleh orang tua yang berprofesi sebagai guru, kejujuran adalah kunci keberhasilan. Ia gadis lurus yang penuh perhitungan. Tidak pernah dalam tindakannya mengandalkan intuisi. Pertimbangan yang matang selalu menjadi kata kunci gadis cantik ini dalam bertindak. Ia gadis cerdas yang penuh pesona, pria menyukainya dan perempuan membencinya.

Tirta, lebih tua 1 bulan dari Aster, laki-laki melankolis yang menggubah kisahnya lewat puisi. Keheningan menjadi temannya dan musik serta sastra menghiasi sudut-sudut memorinya. Baginya hidup adalah pertarungan. Pertarungan yang memiliki aturan, baik itu tersurat maupun tersirat. Cinta adalah sumber energinya dan ketika cinta beranjak pergi Tirta akan larut dalam sepinya, meninggalkan bumi yang butuh hadirnya.

Prima, gadis yang selalu dituakan oleh  sahabatnya. Memiliki lebih banyak mimpi dari pada yang mampu direalisasikannya. Tapi ia tidak peduli, baginya bermimpi seperti mendapat hadiah, kau tidak perlu membayar apa-apa. Dan ketika satu-persatu mimpi prematur itu gugur sebelum berkembang, ia mulai mengais memori masa kecilnya yang merindu ketentraman dan kehangatan rumah.

Tidak sampai setahun setelah perjanjian di tetapkan, banyak yang berubah. Mereka masih tinggal di kota yang sama dan masih saling bertegur sapa. Tapi waktu perlahan mengubah segalanya. Semakin waktu berlalu, ia menambah jarak membentangi Lucy, Aster, Tirta dan Prima, menambah sesak kerinduan untuk saling berbagi dan mencurahkkan isi hati. Masing-masing berusaha menaklukkan jarak, tapi kau tidak akan pernah  tahu apa yang terjadi di raga dan batin sahabatmu tanpa kau menemuinya sesering mungkin. Dan semakin kau terpisah, semakin kau tidak mampu meraihnya. Kau perlahan marah dan menjauh, tidak tahu menahu bagaimana sahabatmu melewati ahri-hari pedihnya, derita yang ditanggungnya, dan rindu yang tidak diungkapkannya. 


(Masih) Menghitung mundur menuju 30 November 2014... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar