First Post for 2013 !
Dalam blognya, Windry Ramadhina menuliskan bahwa ia akan
segera menerbitkan novel terbaru setelah Memori
dengan judul Sakura Haru. Reaksi
saya ketika pertama kali membaca hal itu adalah, “Oke, saya tidak perlu
menunggu selama saya menunggu Memori diterbitkan selang 4 tahun setelah Orange.” Sangat menyenangkan mengetahui ahwa penulis favorit anda
lagi produktif. Hal ini berarti anda
memilki list must buy books. Tentunya
tidak akan kebingungan saat ke toko tidak menemukan buku yang menggugah selera
membaca anda. ^^
Akhirnya, seminggu yang lalu saya menemukan noovel tersebut. Hanya saja judulnya bukan lagi Sakura Haru. Dalam blognya Windry menginformasikan bahwa novel tersebut telah selesai proses editing dan judulnya berubah menjadi Montase. Sebuah keputusan tepat menurut saya karena menempatkan Montase sebagai judul sesuai dengan kebiasaan Windry menamai novelnya dengan satu kata saja, Orange, Metropolis dan Memori and then Montase. Montase berasal dari kata Montage. Sebuah istilah di dunia
perfilman yang berarti sebagai berikut
menurut Wikipedia =)
Montage pron.: /mɒnˈtɑːʒ/ is a technique in film
editing in which a series of short shots are edited into a sequence to
condense space, time, and information.
Terjemahan bebasnya, montage atau dalam istilah Indonesianya
montase, adalah salah satu teknik editing film dimana beberapa adegan/klip /gambar pendek yang disatukan
untuk mempersingkat ruang, waktu dan informasi. Kalau saya menerjemahkannya
mungkin seperti kebanyakan adegan pembukaan disebuah film (mungkin seperti adegan
pembuka (500) Days of Summer ) dimana seringkali kita dibawa melihat-lihat
latar ruang dan waktu cerita agar mendapat informasi sebelum masuk ke cerita
utama dan aktor dan aktrisnya mulai ber-drama ria.
Latar dari kisah yang dibangun Windry kali ini adalah dunia
mahasiswa perfilman Institut Kesenian
Jakarta. Two thums up untuk Windry yang
berhasil menyajikan detail kehidupan mahasiswa seni yang eksentrik dan idealis
. Jika sebelumnya tokoh utama dalam kisah Windry adalah perempuan , a
photographer in Orange and An Architect in Memori, kali ini Windry
bercerita melalui sudut pandang seorang cowok galau bernama Rayyi.
Rayyi adalah mahasiswa jurusan perfilman yang
dipaksa ayahnya mengambil peminatan Produksi ketimbang dokumenter yang menjadi passionnya. Ayahnya adalah seorang produser
yang bertanggung jawab akan wajah perfilman Indonesia dengan merilis film-film cheesy yang laku keras di pasaran.
Berbeda dengan ayahnya, Rayyi cinta mati dokumenter setelah diperlihatkan sebuah
dokumenter karya sineas Rusia Dziga Vertov
yang berjudul The Man With A Movie Camera
oleh Ibunya yang telah meninggal dunia.
Perkenalannya dengan sosok gadis bernama Haru Enomoto (yes, she’s a Japanese) dan dosen tamu di
mata kuliah dokumenter yang disusupinya, Samuel Hardi. Haru dan Samuel adalah
dua sosok yang percaya dan meyakinkan Rayyi akan bakatnya di pembuatan film
dokumenter.
Berbeda dengan kisah-kisah romansa Windry sebelumnya, Montase menurut saya lebih sederhana.
Membacanya mengingatkan saya akan kisah-kisah cinta, persahabatan dan cita-cita
dalam komik serial cantik keluaran Elex Media di tahun 90-an. Kisahnya sangat pure dan manis. Hal ini
direpresentasikan oleh sosok Haru Enomoto yang seperti tokoh utama komik shoujo. Kecil namun memiliki banyak
kejutan. Apalagi ditengah gempuran novel
berbasis fanfiction drama Korea yang marak dan merajalela di rak-rak toko buku,
entah itu diterbitkan oleh penerbit
besar atau penerit yang come out
from nowhere.
Ceritanya memang mudah ditebak walau sebenarnya saya menolak
menduga. Windry lagi-lagi menyelamatkan novelnya dengan gaya penulisannya yang peka akan detail. Hal
yang paling saya suka darinya, dimana cerita roman dengan tema pasaran menjadi
sangat menarik. Hanya saja ini bukan
karya Windry favorit saya . Orange
menjadi pemuncak dan Memori
dibawahnya (hope someday saya akan
menemukan Metropolis). Kisah ini seharusnya menjadi inspiratif dan menggugah, hanya saja bagi saya belum sampai kesana. Ini masih menjadi sebuah kisah romansa anak muda.
Portrait of Dziga Vertov , source en.wikipedia.org
Saya membaca novel ini dalam perjalanan darat dengan Bus ALS menuju kampung halaman saya Batusangkar dari Medan dalam rangka liburan tahun baru. Bus yang saya tumpangi terjebak macet selama hampir 6 jam plus siksaan jalan rusak parah membuat perjalanan yang seharusnya hanya 20 - 22 jam bertambah 10 jam lebih lama menjadi 32 jam! Novel ini menyelamatkan saya dari kegelisahan akibat perut lapar dan disertai senggugut rutin plus masuk angin haha. Sayangnya hanya butuh lebih kurang 2 jam. Dan saya kembali ke neraka perjalanan darat lintas Sumatera Utara-Sumatera Barat.
PINJAAAAAAAM~~~~~~ ^^
BalasHapusTunggu aku tggal 7 januari ya =D
Hapus