Rabu, 17 Februari 2016

Ketika saya kurang jalan-jalan

Sejak mulai bekerja sebagai pemandu wisata lokal di ikon wisata sejarah dan budaya Minangkabau, Istano Basa Pagaruyung, jujur saja saya makin kurang jalan-jalan.

Bayangkan, dalam waktu hampir dua tahun bekerja saya hanya pernah jalan-jalan sekali, di luar pekerjaan mendampingi tamu. Pedih. Miris. Masak kerja di industri pariwisata tapi kurang berwisata. Kalau lagi mendampingi tamu, destinasi yang saya kunjungi ya itu-itu melulu. Destinasi yang sudah pernah saya kunjungi sering-sering sebelumnya.

Nah, kesempatan datang ketika seorang bocah minang gadang di rantau (saya menyebutnya bocah karena umurnya jauh lebih muda) mampir nanya-nanya ke meja kerja saya di suatu hari di bulan Desember. Ternyata ia adalah seorang kontributor untuk sebuah media online besar Indonesia khusus artikel travelling. Dia menanyakan banyak hal dan saya memberikan beberapa informasi soal destinasi wisata lainnya yang ada di kota kelahiran saya. Endingnya kami tukeran kontak dan saya menjanjikan akan menemaninya ngetrip di Batusangkar kalau dia kembali nantinya.

Pertemuan kami selanjutnya adalah bulan Januari. Saya mengantarkannya menelusuri Tambo di Nagari Tuo Pariangan. Disana kami melihat lokasi yang disebut sebagai Sawah Satampang Baniah dan Luak nan Indak Baraia. Kami juga mengunjungi rumah tua milik salah satu pemuka adat di Nagari Pariangan dan mendengarkan penuturan penjaga rumah tentang keunikan dan fungsi dari setiap ruangan di dalak rumah.

Setelah selesai dengan Nagari Tuo Pariangan, kami menuju ke Batu Batikam dan Prasasti Kubu Rajo di Lima Kaum. Tidak lupa juga kami mampir ke Rumah Gadang Datuak Bandaro Kuniang yang sudah terkenal berkat iklan, video promosi dan lokasi syuting film.

Nah, selanjutnya saya mau mulai posting cerita dan informasi tentang objek-objek wisata di Sumatera Barat, khususnya di kota kelahiran saya.

Semoga, haha.