Sabtu, 31 Agustus 2013

Afifah in Frames

Keponakan saya Afifah Annazla Arswend lagi lucu-lucunya. Setelah menunggu selama 4 bulan finally saya bisa bertatapan langsung dengannya. Kepulangan saya saat lebaran menjadi momen pertemuan mengharu biru dan unyu-unyu gimanaaaa gitu.

Saya berkunjung ke rumah kakak ipar saya di lereng gunung Marapi, Jorong Koto Pisang Nagari Pariangan. Menuju ke lokasi ini butuh perjuangan ekstra mengingat jalan mendaki dan menukik curam dimana-mana. Tapi Alhamdulillah walau kampung terpencil sekalipun jalannya sudah mulus di aspal dan dibeton. 

Afifah baru saja dibawa mandi ke sumber mata air yang dinginnya luar biasa oleh sang nenek. Berbalut selimut hangat ia setengah terlelap setelah ritual mandi. "Lagi tidur Afifahnya Ante, tadi dia nggak ada nangis lho mandi di pincuran -sumber mata air-" demikian sang nenek bercerita dengan riang menyambut kedatangan saya. Afifah menggeliat sebentar di pelukan hangat sang nenek. Wajah mungilnya sedikit merona. Bibirnya kecil merah, pipinya tembem dan rambutnya lebat. Sungguh sangat beda dengan foto-foto yang dikirim oleh kakak ipar saya. Afifah terlihat jauh lebih mungil jika dilihat langsung. "Banyak yang mikir Afifah sudah gede lho kak," cerita kakak ipar saya." Mungkin karena rambutnya panjang kali ya kak, dia juga lincah dan senang difoto hehe"


See It for the First Time : Pacu Jawi !

Pacu jawi (pacu means race and jawi means cow in Bahasa) dapat dibilang sebagai sebuah bentuk permainan tradisional pemuda Minang Kabau. Jika anak-anak memainkan permainan yang sederhana dan kecil dari segi ukuran, maka tidak begitu dengan orang dewasa, they play with big stuffs haha. Mengapa pacu jawi disebut permainan, saya duga sih karena kegiatan ini lebih banyak unsur entertainnya dari pada work  out nya. Menurut sejarah yang dituturkan dari mulut ke  mulut dan dari berbagai sumber yang saya tanyai selama menyaksikan event ini, pacu jawi sudah dilakukan dari beratus tahun yang lalu. Kegiatan ini seperti halnya sejarah tari piriang (tari  piring) adalah kreatifitas yang muncul  setelah panen. 

Sawah yang telah selesai dipanen akan dialiri air agar sedia untuk ditanam lagi. Selagi menunggu tanah becek dan siap ditanami para pemuda akan berlomba memacu sapi mereka. Lama kelamaan permainan ini berkembang dan melibatkan berbagai pihak. Jika awalnya hanya peuda satu nagari maka pemuda dari nagari lain akan mengikuti dan berkembang menjadi semacam kompetisi. 

Jumat, 30 Agustus 2013

Good Bye Mak Uwo...

Saya memanggilnya Mak Uwo, sebagian besar sepupu saya memanggilnya Mama Nit. Nama  aslinya Nuraini. Entah mengapa panggilannya berbeda dengan nama aslinya.

Beliau adalah saudari bapak saya yang paling tua. Banyak yang bilang saya memiliki banyak kesamaan dengan beliau. selain sama-sama anak perempuan tertua dalam keluarga Apa saya bilang saya dan Mak Uwo sama-sama 'lasak' -dalam bahasa Minang berarti tidak bisa diam- dan panjang akal alias kreatif. 

Mak Uwo memang tidak bisa diam. Ia tidak bisa tahan duduk manis di rumah tanpa melakukan aktifitas berarti.  Mulai dari memasak, menjahit, membuat kerajinan tangan yang unik dan cantik sampai arisan dan reunian. Semua Mak Uwo yang paling rajin mengorganisir. Ama belajar banyak dari Mak Uwo berbagai maakan , kue arai pinang serundeng, kerupuk kuah dan lalapan sambal ikan asin kesukaan saya.


Jumat, 16 Agustus 2013

A ( Lil Bit) Creepy Adventure in Mbah Suro Tunnel

Melanjutkan postingan sebelumnya mengenai an enchanted afternon i spent in Sawah Lunto, kali ini saya ingin berbagi mengenai sebuah kunjungan singkat ke saksi pilu sejarah 'perbudakan' manusia yang pernah terjadi di Sawah Lunto. Terowongan Mbah Suro. Begitulah objek wisata sejarah ini disebut, dan memang demikian adanya, masyarakat menamainya sesuai dengan nama mandor asal tanah Jawa yang pernah eksis di masanya mengawasi pekerja tambang.

Terowongan atau Lubang Mbah Suro ini pertama kali dibangun pada tahun 1898 oleh Belanda dengan memanfaatkan tenaga para narapidana yang dibawa dari berbagai daerah di Indonesia (kebanyakan dari Jawa). Mereka dipekerjakan siang dan malam dengan kaki dan tangan dirantai. Identitas mereka bukan nama, melainkan nomor. Pada akhirnya mereka dikenal sebagai 'manusia rantai' korban kejamnya kolonialisme Belanda di Indonesia. 

Kamis, 15 Agustus 2013

An Afternoon in Sawah Lunto

Sawah Lunto adalah sebuah kota yang pernah terkenal akan kekayaan tambang batu baranya, dan sekarang pun kota tua ini masih diingat akan kejayaannya di masa lampau. Adalah pemerintah kolonial Belanda yang pertama kali mengeksplorasi kekayaan tambang di Kota seluas 27,345 Ha ini dengan dibangunnya berbagai fasilitas tambang mulai dari tahun 1888.

Sebagai sebuah kota, Sawah Lunto sudah melewati berbagai masa turun naik dalam kehidupan sosial dan perekonomiannya. Sejarah mencatat dibukanya pertambangan batu bara di Sawah Lunto juga membawa sejarah kelam perbudakan manusia. Manusia Rantai. Begitulah para pekerja paksa tambang batu bara bawah tanah itu disebut. Mereka adalah para pribumi yang dipekerjakan siang dan malam untuk mengeruk batu bara di bawah tanah Sawah Lunto. Kedua kaki mereka dirantai agar tidak dapat melarikan diri dan dapat dengan mudah dikontrol oleh para mandor. I'll tell you more stories after i finish this post about the city above the coal.

Keputusan untuk menjelajah Sawah Lunto sebenarnya agak dadakan karena saya dan kawan-kawan lebih ingin menjelajah pantai-pantai di wilayah Pesisir Selatan yang belum pernah saya kunjungi sama sekali. Namun berhubung masih dalam situasi arus balik Lebaran 2013 kami mengurungkan niat kami tersebut karena takut akan berakhir terjebak dalam kemacetan.

Selasa, 13 Agustus 2013

Night Walker at Batusangkar City


Momen mudik lebaran kali ini saya membawa 3 orang turis dari Sumatera Utara. Adalah My boss from TROTOA Mr Berry G, Mr Nababan dan Miss Siallagan. Berhubung lebaran di kampung halaman saya cukup sepi dan tidak banyak aktifitas berarti saya menyempatkan diri untuk menemani mereka menikmati suasana kampung halaman saya bernama Kota Batusangkar yang sering disebut Kota Budaya. 


Kami berangkat dari Medan dengan penerbangan pukul 16.00 dengan armada Sriwijaya Air. For the first time i experienced Kuala Namu International Airport. Pukul 17.10 WIB kami touch down di Bandara Internasional Minangkabau. Dengan menggunakan jasa Travel kami melanjutkan perjalanan lebih kurang 3 jam menuju Batusangkar, kota kelahiran saya.

Best Spot To Shoot in West Sumatera (So Far..) Pantai Tiram, Pariaman

Menunggu jadwal check in di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) yang masih beberapa jam lagi? Atau terlanjur berangkat cepat untuk mengantisipasi macet tapi rupanya jalanan masih sepi? Dari pada stuck bengong di bandara dan bolak balik makan di KFC mending mampir ke Pantai Tiram, Pariaman yang hanya 15 menit dari lokasi bandara. 

Adalah Bapak saya, biasa saya panggil Apa, yang mengenalkan saya dengan pantai ini. Berawal dari sebuah keputusasaan saat saya berniat mengantar 3 orang kawan yang hendak berangkat ke Medan dengan penerbangan pukul 20.20 WIB dan tidak berhasil mendapatkan bus maupun travel hingga pukul 14.00 WIB. Apa berusaha mencari pinjaman mobil dari kantornya tapi sayangnya tidak ada mobil kantor yang nganggur. Tapi Alhamdulillah Apa mendapat bantuan dari rekan kantornya yang baik hati yang bersedia meminjamkan mobil dinasnya dengan sukarela. 

Jadi lah kami diantar Apa menuju BIM. Jalanan Batusangkar-Padang Panjang-BIM cukup padat H+3 Lebaran. Khususnya di daerah Silaiang dan Lembah Anai. Namun lepas dari sana walau padat kami masih bisa menerobos dengan kecepatan sedang.