Sawah Lunto adalah sebuah kota yang pernah terkenal akan kekayaan tambang batu baranya, dan sekarang pun kota tua ini masih diingat akan kejayaannya di masa lampau. Adalah pemerintah kolonial Belanda yang pertama kali mengeksplorasi kekayaan tambang di Kota seluas 27,345 Ha ini dengan dibangunnya berbagai fasilitas tambang mulai dari tahun 1888.
Sebagai sebuah kota, Sawah Lunto sudah melewati berbagai masa turun naik dalam kehidupan sosial dan perekonomiannya. Sejarah mencatat dibukanya pertambangan batu bara di Sawah Lunto juga membawa sejarah kelam perbudakan manusia. Manusia Rantai. Begitulah para pekerja paksa tambang batu bara bawah tanah itu disebut. Mereka adalah para pribumi yang dipekerjakan siang dan malam untuk mengeruk batu bara di bawah tanah Sawah Lunto. Kedua kaki mereka dirantai agar tidak dapat melarikan diri dan dapat dengan mudah dikontrol oleh para mandor. I'll tell you more stories after i finish this post about the city above the coal.
Keputusan untuk menjelajah Sawah Lunto sebenarnya agak dadakan karena saya dan kawan-kawan lebih ingin menjelajah pantai-pantai di wilayah Pesisir Selatan yang belum pernah saya kunjungi sama sekali. Namun berhubung masih dalam situasi arus balik Lebaran 2013 kami mengurungkan niat kami tersebut karena takut akan berakhir terjebak dalam kemacetan.
Kota Sawah Lunto berada tidak jauh dari kampung halaman saya Batusangkar. Menuju sawah Lunto normalnya hanya menghabiskan waktu lebih kurang 1 jam perjalanan darat. Jalan yang kami tempuh adalah jalan antar kota yang saya duga tidak akan terlalu ramai. Dan benar dugaan saya, jalannya tidak ramai dan kami meluncur dengan aman menuju pusat kota setelah sebelumnya sempat nyasar ke pusat wisata Kandi.
Pariwisata di Sawah Lunto bisa dibilang baru populer beberapa tahun belakang. Sebelumnya saya hanya mengenal sawah lunto dari buku pelajaran sejarah dan geografi sebagai kota tambang batu bara, dulunya. Baru kemudian setelah dibangunnya berbagai fasilitas wisata modern dan dibukanya wisata sejarah nama Sawah Lunto mulai terdengar lagi gaungnya. Sekarang kota ini terkenal sebagai tujuan berwisata keluarga dan rombongan tur wisata sekolah karena paket wisata lengkap yang dimilikinya (rekreasi dan edukasi).
Saya dan kawan-kawan sampai di Kota Sawah Lunto pukul 15.00 WIB. Setelah parkir di halaman sebelah Gedung Pusat Kebuadayaan Sawah Lunto kami berjalan kaki mengelilingi kota yang banyak memiliki bangunan tua peninggalan Belanda tersebut.
Berjalan-jalan di Sawah Lunto seperti bukan berjalan-jalan di salah satu daerah di provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki nuansa yang berbeda dengan kota-kota lainnya yang pernah saya kunjungi di Ranah Minang. Pusat kotanya cukup rapi dengan bangunan yang berjejer menghadap jalan utama. Bangunan tua dijaga keasrian dan keasliannya, sementara bangunan baru pun tetap selaras dengan lingkungan sekitarnya. Sebagian besar bangunannya bertingkat tapi berlangit-langit rendah. Beberapa bangunan tua telah beralih fungsi namun setia dengan arsitektur lamanya. Seperti bangunan kantor Tambang Bukit Asam, Gedung Pusat Kebudayaan Sawah Lunto, gedung kantor pegadaian, gereja dan sekolah.
Here are some photos taken during the short afternoon we spent in Sawah Lunto ...
tidak butuh waktu lama untuk berjalan kaki menikmati kota ini sambil menghirup udara segar dan mengambil beberapa gambar. Saya dan kawan-kawan jujur merasa enjoy dengan suasana kota yang walau masih dalam suasana lebaran tergolong sepi ini. Mungkin karena keindahannya, atau ibarat sesosok manusia kota ini kalem dan menghanyutkan. I'd like to sit in one of the bench in the side walk enjoying my self with my own thought.
Enjoy Sawah Lunto!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar