Melanjutkan postingan sebelumnya mengenai an enchanted afternon i spent in Sawah Lunto, kali ini saya ingin berbagi mengenai sebuah kunjungan singkat ke saksi pilu sejarah 'perbudakan' manusia yang pernah terjadi di Sawah Lunto. Terowongan Mbah Suro. Begitulah objek wisata sejarah ini disebut, dan memang demikian adanya, masyarakat menamainya sesuai dengan nama mandor asal tanah Jawa yang pernah eksis di masanya mengawasi pekerja tambang.
Terowongan atau Lubang Mbah Suro ini pertama kali dibangun pada tahun 1898 oleh Belanda dengan memanfaatkan tenaga para narapidana yang dibawa dari berbagai daerah di Indonesia (kebanyakan dari Jawa). Mereka dipekerjakan siang dan malam dengan kaki dan tangan dirantai. Identitas mereka bukan nama, melainkan nomor. Pada akhirnya mereka dikenal sebagai 'manusia rantai' korban kejamnya kolonialisme Belanda di Indonesia.
Berbagai informasi mengenai sejarah penambangan batu bara di Sawah Lunto di sajikan di dalam gedung Info Box. Baik itu melalui foto disertai caption dan peninggalan asli tambang berupa alat-alat tambang sederhana yang digunakan manusia rantai dan replika pakaian pekerja tambang. Sayangnya saya dan kawan-kawan mengunjungi lokasi ini di jam nyaris tutup operasional. Syukurlah petugas yang berjaga berbaik hati mengizinkan kami masuk. Masing-masing pengunjung di pungut biaya Rp 8000, awalnya saya cukup shock dengan uang masuk sebesar itu, tapi kemudian saya maklum dengan jumlah pungutan sebesar Rp8000 tersebut. Sebanding dengan apa yang kami dapat di dalamnya.
Bertepatan dengan kedatangan kami, satu rombongan tur menelusuri Lubang Mbah Suro baru akan dimulai. Kami diminta segera mengenakan helm yang disediakan. Selain Helm pelindung juga ada boots. Tapi urung kami pakai karena berat dan tidak satu pun boots yang sesuai dengan ukuran kaki kami.
Ok, here we go...
Uang yang dibayar pengunjung sebesar Rp 8000 adalah untuk biaya 'sewa' perlengkapan perlindungan masuk lubang tambang Mbah Suro dan seorang pemandu lihai yang doyan menceritakan kisah-kisah seram yang membuat buku kuduk peserta tur bawah tanah merinding. Di dukung oleh pengap dan dinginnya di bawah tanah (ada saluran udara yang membantu kita bernapas lebih mudah ), perjalanan singkat dibawah tanah Sawah Lunto ini menjadi sangat unforgetable.
Tembok di belakang teman saya yang difoto merupakan sumber cerita seram pertama. Alkisah saat lubang tambang ini dibuka demi tujuan pariwisata, lubang ini penuh oleh air sehingga perlu dipompa agar kering dan dapat dimasuki. Rembesan air juga menjadi alasan mengapa lubang tambang ini ditutup di tahun 1932. Nah, dengan lubang di belakang tersebut adalah lubang yang pertama kali dieksplorasi dan para pekerja mendapatkan kejutan dengan ditemukannya tulang manusia. The most creepy part is, seluruh pekerja yang terlibat di lubang itu mendapatkan mimpi yang sama pada malam harinya. Mereka didatangi oleh sosok yang mereka duga pemilik tulang, meminta agar mereka menguburkan tulang belulangnya secara Islam di pemakaman 'manusia rantai'. Begitulah cerita pemandu kami yang enerjik.
Masih menurut si Pemandu, diduga kuat lubang tersebut digunakan untuk mengasingkan pekerja-pekerja yang sakit parah. Karena jumlahnya sangat besar dan tidak cukup ditampung di rumah sakit Sawah Lunto, dan tentunya juga menghabiskan banyak biaya, maka para pekerja yang sakit parah di pisahkan dari rekan-rekannya dan ditempatkan di lubang tersebut hingga ajal menjemput. Selanjutnya panitia rekonstruksi lubang Mbah Suro akhirnya menutup lubang tersebut.
Ini adalah bagian dimana cerita serem nomor 2 berniat dituturkan oleh si pemandu tapi keburu di-cut oleh anggota rombongan lain karena cukup bagian pertama sudah membuat mereka merinding. And yes, saya juga merinding di bagian ini. Saat Mr Berry G meminta saya mengambil fotonya saya merasa agak 'berat'. suasana jadi agak 'lain'. sulit untuk saya deskripsikan disini karena setelah menuntaskan foto Mr Berry G dan saya juga dipaksa berpose, saya kontan lari mengejar rombongan yang sudah bergerak menjauh. Entah mengapa saya tidak ingin berlama-lama disana.
Dan setelah naik ke permukaan baru lah Mr Pemandu kami menceritakan apa yang terjadi di lorong ke-2 setelah dipaksa oleh anggota rombongan lain, yaitu kami!. Ternyata, sejak tahun 2008 terowongan itu dibuka untuk pariwisata, banyak pengunjung yang bersaksi mendengarkan suara percakapan dimana yang terdengar adalah dialog dalam bahasa jawa. Musik gamelan juga sering terdengar. Oh My God.
Syukurlah tur tersebut segera berakhir. Setelah foto-foto dengan pemandu kami, kami naik ke permukaan. Dan Tada.... kami muncul di seberang gedung info box. Haha.
Dinding terowongan ini masih berupa lapisan batu bara alias emas hitam yang sangat berharga. Tambang batu bara Sawah Lunto ditutup demi alasan keselamatan kota tersebut. Jika tambang diteruskan maka akan berpotensi menenggelamkan kota tersebut ke dalam tanah. Maybe that's true, and for good memang terlihat banyak jalan-jalan amblas sepanjang penelusuran kami menuju pusat kota.
Finaly kami bertemu dengan udara segar dan cerita-cerita misteri diakhiri. Setelah mengembalikan helm kami, info box yang sudah ditutup masih mengijinkan kami untuk sight seeing isi info box karena tadi tidak sempat kami lakukan karena mengekar rombongan tur.
Dokumentasi manusia rantai. Rantai besi dan gembok, palu untuk menggerus batu bara dari perut bumi. Semua ada di museum ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar