Jumat, 22 Juni 2018

Menikmati Alam & Buku di Rumah Pohon Literasi


Gerbang masuk Rumah Pohon Literasi yang berada di kaki Bukit Bungsu, Nagari Pagaruyung

Berwisata ke Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, tidak melulu harus ke Istano Basa Pagaruyung. Apalagi jika kamu sudah berkali-kali berkunjung ke Istana kebanggaan urang awak ini. Sebuah rumah pohon baru telah dibuka tidak jauh dari Istana Pagaruyung atas inisiatif seorang warga yang peduli akan pariwisata dan minat baca masyarakat. Lho, mengapa minat baca? 

Rabu, 20 Juni 2018

Libur Lebaran di Sawahlunto Part 2


Destinasi pertama saya begitu melewati gerbang masuk Sawahlunto adalah makam salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Prof. Mr. Mohammad Yamin. Mohammad Yamin adalah seorang putra Minangkabau kelahiran Talawi, Sawahlunto, 22 Agustus 1903. Saya sempat salah menuliskan tanggal lahir beliau saat menulis caption di akun Instagram. Menurut wikipedia, Yamin dilahirkan pada tanggal 24 Agustus 1903, akan tetapi di makam beliau yang saya lihat malah 22 Agustus 1903. 

Libur Lebaran di Sawahlunto Part 1

Salah satu hal yang menarik perhatian saya saat berkunjung ke Sawahlunto tahun ini adalah keberadaan gerbang yang eye-catching ini. Jangan lupa berfoto disini ya. Jalanan disini cukup lengang, bahkan saat libur lebaran. Tapi itu bukan alasan untuk tidak berhati-hati. Safety first! 

Setelah memutuskan resign di awal Juni, sebelum lebaran Idul Fitri 2018, saya memiliki banyak waktu untuk saya habiskan menjelang awal Juli sebelum saya mulai bekerja di tempat yang baru. Sejak awal Juni saya sudah merencanakan untuk mengunjungi kota Sawahlunto pada libur lebaran. Selain karena kangen dengan suasana kota tua ini, saya juga penasaran apa saja yang baru di salah satu kota favorit saya ini.

Saya sudah berkali-kali ke Sawahlunto. Pertama kali ke kota ini adalah tahun 2013 ketika saya membawa teman-teman dari Medan untuk berlibur ke kampung halaman. Awalnya kami berniat untuk menjelajah pantai-pantai di Pesisir Selatan dan kota Padang. Hanya saja karena sedang libur lebaran, jalanan macet dimana-mana. Keputusan untuk mengunjungi Sawahlunto muncul begitu saja. Entah siapa yang mengusulkan. Jadilah saya dan teman-teman melancong ke Sawahlunto pukul 3 sore. Dan kami menyesal. Menyesal mengapa kami datang kesorean. Akibatnya kami tidak puas menikmati kota dengan waktu sesingkat itu. Memori singkat di Sawahlunto saat itu senantiasa menempel di ingatan. Selalu kami ceritakan kepada teman-teman dan kolega kerja. Mengundang rasa ingin tahu mereka untuk juga berkunjung ke Sawahlunto.

RESIGN


Akhirnya, saya resign lagi. Untuk yang kesekian kali.

Mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion itu sulit. Bahkan ketika sudah ketemu, untuk bertahan juga perlu perjuangan. Ada kalanya, passion berubah menjadi sesuatu yang kita benci ketika ia menjadi rutinitas yang kemudian merongrong kebebasan. Seperti yang saya alami saat itu.

I love tourism so much. That's why i decided to work as a tourist guide. But the system and the management in my work place was horrible. I lost my passion in tourist guiding last year. It got even worse this year when i saw my 2018's contract. They gave me a long and unreasonable working hour. From 7.30 AM until 5.00 PM. That was more than 9 hours a day. After that, our chief issued another letter of assignment which stated that the tourist guide had to work from 7.30 AM untill 6.00 PM. Beside that, there was no overtime pay (they wrote that they would pay us overtime if there's money) and no annual leave. 

I was stressed. Unable to said a thing. I learned a lot in the past that this kind of thing in my work place never will be discussed with the workers. I made my decision to resign as soon as they paid my three months salaries from January-March. But some of my co-worker tried to make me posponed my resignition. So I stayed a lil bit longer for the sake of my friends. Also, I want to reconsidered my decision. I was sad and confused. It wasn't easy to switch career at my age, almost 30 years old. 

Alhamdulillah, I have lot of friends who support me in making this decision. When i showed them my contract, they have nothing to say but ask me to resign soon. Of course there were people who told me to be grateful that I work for the government. 

Finally, I submit my resignation letter early on this June. I gave that letter in the morning. They didn't even gave me a chance to talk. I knew they were busy. But that's okay. I am free now. That's all. 

I believe in this words of encouragement told by a friend of mine, "rejeki nggak akan tertukar." Which means what God has decided for you wont be for anyone else. I believe God will show me the way as long as I keep on working hard. And Allah did. Allah made me met the right persons. On July I will start working at a new place. And an author I know for a long time but only met recently offered me a part time job. She also used and introduced my illustration to her friends at some publishing company. 

Saya bahagia saat ini, bahagia karena saya sudah satu langkah lebih maju, Saya lebih berani dari kemarin. Dan saya memutuskan untuk mengambil kendali akan hidup saya. Of course, ini bukan happy ending. Akan ada lagi drama dan rintangan di kedepannya. But for now, Alhamdulillah. I am grateful. I am blessed.

Senin, 11 Desember 2017

Mato Aia Coffee, A New Coffee Truck in Town



kota kelahiran saya, Batusangkar, bukanlah kota yang sophisticated. Hanya sebuah kota kecil di dataran tinggi Sumatera Barat yang berudara sejuk dan berpenduduk konservatif. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Sisanya adalah pedagang, pegawai di lembaga pemerintahan dan wiraswasta. Hanya sedikit perusahaan swasta di sini, itu pun baru mulai tumbuh dan berkembang beberapa tahun belakangan. Home Industries juga ada, lumayan lah. Mereka biasanya memproduksi kue dan penganan tradisional khas Ranah Minang.

Dahulu sekali, ketika saya masih berstatus mahasiswi, pulang kampung adalah hal yang menyenangkan sekaligus meresahkan. Apa pasal? Saya senang bisa temu kangen keluarga. Berleha-leha di rumah menggemukkan badan dengan asupan makanan melimpah bikinan emak saya, namun saya bingung dan kecewa ketika harus keluar rumah. Tidak ada tempat asyik untuk dituju. Oke, ada beberapa tempat wisata, tapi yang ingin saya lakukan hanyalah bertemu kawan lama untuk duduk dan berbagi cerita. Makan dan minum nomer dua. Idealnya, tempat yang kami cari adalah seperti cafe-cafe di kota tempat kami kuliah, tapi apa daya, di Batusangkar hanya ada kafe yang menawarkan cappucino sachetan dan menu makanan yang melulu nasi goreng, mie goreng dan mie rebus. 

Selasa, 12 September 2017

Payakumbuh & Lima Puluh Kota One Day Trip Part 3 : Lereng Ngalau


Destinasi terakhir kami pada One Day Trip di Payakumbuh dan Lima Puluh Kota adalah Lereng Ngalau. Awalnya, Lereng Ngalau menjadi yang pertama kami tuju pada rute jalan-jalan kami saat itu, namun dengan berbagai pertimbangan, kami pun memilih untuk mengunjungi objek wisata yang paling jauh terlebih dahulu, Padang Mangateh.

Setelah sempat diwarnai oleh peristiwa apes sejagad, kena tilang di simpang Kencana Pasar Payakumbuh, kami terlebih dahulu singgah di warung Naha Brownies & Chocolate. Warung kecil favorit saya ini dulunya ada di depan Istano Basa Pagaruyung. Tempat dimana saya sering menghabiskan waktu istirahat makan siang sambil ngobrol ngalor ngidul dengan crew Naha, Ezi, kadang-kadang dengan owner-nya sendiri Kak Ima dan Uda Novit. Setelah mereka pindah ke Payakumbuh, Naha sempat mempertahankan konsep awal, Brownies & Coffee, namun akhirnya Kak Ima dan Uda Novit memilih fokus ke camilan. Naha pun menjadi Brownies & Chocolate saja, tidak ada lagi coffee-nya. Beberapa hari sebelumnya saya sudah sempat mampir ke Naha saat menemani sesepuh Don'tcha dan Yulin bertandang ke kedai-kedai kopi di Payakumbuh. Saat itu saya pun akhirnya mengetahui kalau Naha sekarang jadi pemasok cemilan teman minum kopi di beberapa coffee shop di kota yang menjadi perlintasan Provinsi Riau dan Sumatera Barat ini. Dan Uda Novit sebagai part time CEO dan part time deliveryman pun mendapat titel baru, Uda Jeco (plesetan dari J-Co).

Setelah puas kangen-kangenan dengan Kak Ima dan klapetartnya, kami pun segera memacu kendaraan menuju Lereng Ngalau. Pada saat itu, jam sudah menunjukkan hampir pukul lima sore, kami tidak ingin sampai di Batusangkar kemalaman. Niatnya sih cuman mau duduk dan pesen makanan sekedarnya dan foto-foto. 

Minggu, 03 September 2017

Payakumbuh & Lima Puluh Kota One Day Trip Part 2 : Kapalo Banda Taram


One day trip kami pada 30 Juli silam kembali berlanjut. Dari padang rumput luas tempat sapi-sapi unggul diternakkan, kami meneruskan perjalanan menuju destinasi ke-2 di hari itu, Kapalo Banda Taram. Kedua lokasi ini tidak jauh, namun tidak bisa juga dibilang dekat. Yang jelas keduanya sama-sama harus ditempuh melalui jalan raya Payakumbuh - Lintau.