Selasa, 03 Maret 2015

30 Days Without Smartphone Day 15 pt 2

The Story of a Local Guide pt 1

Sudah lebih dari 6 bulan sejak saya bekerja di industry pariwisata. Dalam kurun waktu 6 bulan itu saya sudah mengalamai banyak hal yang bikin seneng, sedih dan campur sari. Nggak hanya bersumber dari orang-orang yang saya temui, tapi juga atasan yang harus dihormati.

Adalah sebuh artikel di mbdc.com yang menginspirasi saya menulis ini.

Sebagai seorang local guide saya bertugas memberikan panduan dan informasi kepada setiap pengunjung yang berkunjung di areal kerja saya. Dengan rata-rata jumlah pengunjung harian 300-an orang (ini masih kecilll), saya makin dibuat terkagum-kagum dengan karakter makhluk ciptaan Tuhan.


Ada berbagai jenis guide di dunia pariwisata. Salah satunya adalah payroll guide. Saya bekerja sebagai payroll guide. Artinya saya digaji setiap bulan. Dalam bekerja, saya menawarkan jasa tanpa meminta imbalan apa pun. Tapi kalo dikasih tips, masa ditolak. Dan mungkin karena payroll guide kurang lazim dalam dunia pariwisata Indonesia, setiap orang yang berkunjung ke tempat kerja selalu menghindar kalau ditawarkan panduan. Hal ini sering membuat kami kewalahan dalam menjelaskan. Mereka tetap takut untuk ditemani karena curiga ujung-ujungnya kami minta duit dalam bentuk tips.  Tapi banyak juga wisatawan yang paham dunia kerja kami. Jika kami tawarkan jasa mereka ada yang langsung bertanya tarifnya berapa. Begitu kami jelaskan gratis, mereka biasanya akan bilang “OK”.  Endingnya biasanya akan tetep dikasih tips, kadang juga enggak karena mereka berpikir adalah hal terlarang bagi kami untuk menerima tips. Bagi kami sih nggak masalah. Cukup dengan mengucapkan terima kasih, kami sudah senang kok. Ada juga wisatawan yang malah nanyain, “is it Okay if I give you tips? I really want to, you gave us such a great information”. Ini yang bingung menjawabnya apa. Siapa sih yang nolak dikasih uang? Kalau ini bisanya saya cuman cengengesan dan bilang, “Aww, you’re so nice”.

Dalam perkembangannya saya dan kawan-kawan juga mengembangkan sikap-sikap yang menghindari kesalahpahaman. Salah satunya tidak mengulurkan tangan kepada tamu saat sesi sudah berakhir. Awalnya saya selalu mengulurkan tangan ngajak salaman tamu. Tapi sering muncul reaksi yang kurang enak, karena mereka salah paham dan menganggap saya mintak disalam tempelin. Endingnya, saya dan teman-teman tidak pernah lagi megulurkan tangan duluan ngajak salaman tamu. Kami akan mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan tanpa perlu hand-shake. Cukup mengatupkan kedua tangan di dada.

Usut punya usut, setelah nanya sana sini, interview dengan tour leader, driver, dan wisatawan itu sendiri, saya jadi mendapat gambaran gimana industry pariwisata Indonesia. Pungli memang sangat marak. Hal ini membuat wisatawan takut dan trauma kalau sudah berhadapan dengan para pramu wisata. Tulisan saya ini bukan untuk nge-judge, tapi mari kita belajar bersama dan kalau ada masukan dan kritikan saya siap menerima.

Permasalahan ini, nggak bisa  kita bebankan sepenuhnya kepada pemerintah. Sedikit banyak, adalah masyarakat di sekitar objek wisata turut berpartisipasi dalam membangun citra pariwisata Indonesia di mata pengunjung, baik itu local mau pun internasional. Memang sudah seharusnya, industry pariwisata tidak hanya memberikan profit pada pengelola , entah itu pemerintah atau swasta, tapi juga kepada masyarakat dilingkungannya. Akan tetapi terkadang ada golongan masyarakat yang sepertinya belum siap untuk dibenahi dan diarahkan untuk menjadi pelaku wisata yang berderajat. Sebagian dari mereka suka jalan pintas dan berujung-ujung pada perilaku bejat. Pungli contohnya.

Ini  tentunya merugikan tidak hanya pengelola, tapi juga masyarakat itu sendiri. Mindset para oknum ini adalah “Mereka hanya datang sekali”. Jadi halal banget kalau mau memorotin si pengunjung dan mintak imbalan ini itu di luar batas kewajaran. Sementara pengelola punya visi untuk mengembangkan objek wisata agar mendunia dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan agar menambah pemasukan. Ini tentu nggak sejalan. Selain itu seringkali juga oknum sok kepinteran dengan beranggapan wisatawan sudah maklum dengan pungli dan tipu-tipu harga. Ini tentunya juga bikin geleng-geleng kepala. Dan ujung-ujungnya, the power of media berbicara. Seperti kejadian di Objek Wisata Jam Gadang Bukittinggi. Badut-badut yang semakin meresahkan pada akhirnya kena batunya. Link beritanya ada disni. Nah, kalau sudah begini  gimana dong?  Ulah oknum ini malah memberi aib bagi masyarakat wisata secara keseluruhan.

Contoh lainnya datang dari teman saya yang berkunjung ke Lobang Jepang Bukittinggi. Saya belum pernah mengalami sih (karena saat masuk lobang Jepang lagi peak season, kami cuman masuk sebentar saja, saya juga sulit bernapas di dalamnya), tapi dapat cerita dari teman dan beberapa pengunjung yang mengaku mendapat ‘tagihan’ berlebihan dari pemandu. Saya kurang tahu apakah pemandu di Lobang Jepang adalah langsung dibawah Pemerintah Daerah seperti kami.  Tapi kalau status mereka adalah freelance guide, yah mungkin itu hak mereka menentukan tarif.  Karena dari sana lah mereka menghasilkan uang. Tiket masuk yang hanya Rp 5000 tentunya tidak sebanding dengan tugas guide yang akan memandu mereka menelusuri lobang jepang hingga ke Ngarai di bawahnya. Saya denger sih sampe 1 KM lebih. Salah satu cerita yang saya dapat adalah Disini . Kalau dari artikel ini, saya rasa semuanya ada ditangan pengunjung. kalau bersedia tinggal bayar, kalau tidak ya tolak saja. Jangan pakai jasa guide. 


Saya sebagai local guide juga kebagian anggapan buruk jadinya. Karena dapat kesan negative ketika berwisata di sebuah objek wisata, wisatawan jadi mengeneralisir siatuasi dan kondisi pariwisata dimana-mana di Indonesia sama. Tapi yah, mungkin itu sudah nasib kami kali ya. Yang lurus yah harus tetap lurus, dan yang menyimpang mudah-mudahan diluruskan segera oleh pemerintah dan juga mudah-mudahan masyarakat semakin sadar akan nilai dan peranan penting pariwisata. Tidak hanya memikirkan bagaimana sekarang, tapi juga kelangsungannya di masa depan. 

*Bersambung*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar