Selasa, 08 November 2016

Yatai Ramen, Kedai Ramen berasa Butler Cafe


Kedai ramen dan Butler Cafe, itu yang muncul dibenak saya ketika menginjakkan kaki di kedai mungil berwarna merah di Garegeh, Bukittinggi. Kedai ini tidak begitu terlihat jika kita tidak mengamati dengan benar. Plang namanya pun berwarna dasar hitam dengan tulisan merah. Saya nggak akan ngeh kalau ada kedai Japanese food disana andai mata saya nggak menangkap sesuatu yang nggak lazim di pinggir jalan Soekarno-Hatta Garegeh siang tadi. Apa yang tidak lazim?



Hujan mulai turun ketika kami memasuki Bukittinggi. Adik saya langsung memacu sepeda motornya agar kami tidak perlu berhenti lagi ditengah perjalanan mengingat tujuan kami, Simpang Tarok, sudah dekat. Saat itulah saya secara tidak sengaja menemukan sosok yang tidak lazim. Seorang pria muda dengan mengenakan kemeja putih dan dilapisi vest hitam plus berdasi berdiri memegang buku (yang akhirnya kami ketahui sebagai buku menu) di pinggir jalan. Wait? mengapa itu tidak lazim. Saya juga heran mengapa pemandangan pria berdasi dan ber-vest hitam tidak lazim di daerah kami. Pekerja kantoran tidak berdasikah rupanya? Tidak, rata-rata salary man di Sumatera Barat tidak berdasi. Mau instansi besar atau pun kecil. Sesekalinya mereka berdasi biasanya saat akad nikah, saat ada acara super formal di kampus/sekolah dan saat dilantik untuk menduduki posisi atau jabatan baru. Tidak seperti di kota-kota besar dan di adegan berbagai film dimana setiap pagi pria yang akan berangkat kerja kantoran akan ribet memasang dasi hingga tiba-tiba ada seorang perempuan dengan jemari lentik yang membantunya.

Karena sepeda motor kami melaju kencang saya tidak benar-benar mengamati sosok tersebut. Apalagi kemudian sosok tersebut tertutup bengkel yang berada setelahnya. Sebelum kami semakin menjauh saya mempertajam penglihatan saya, dan sebuah plang hitam dengan tulisan merah menyala terbaca YATAI RA-MEN.

"Eh cuy, ada warung masakan Jepang baru tuh kayaknya, " saya mencolek adik saya yang tengah fokus berkendara. Dia tidak merespon. Rintik hujan semakin kasar mengenai wajah saya. Tapi saya tetap melanjutkan, "nanti mampir yuk, mana tau lebih enak dari warung ramen yang kemarin dulu (namanya disensor)."

***

Setelah menuntaskan misi kedatangan kami ke Bukittinggi hari itu, kami memutuskan untuk mencari makan sebelum pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB. Jika kami meneruskan perjalanan pulang, maka kami akan sampai pada pukul setengah empat sore. Sudah terlalu terlambat untuk makan siang.

"Makan chinese food yang deket stasiun kereta api yuk," ajak saya kepada adik. Kebetulan ada sebuah chinese food halal yang buka belum lama ini di dekat stasiun kereta api Bukittinggi yang sudah tidak beroperasi lagi. Beberapa minggu sebelumnya kami sempat mampir untuk makan, akan tetapi batal karena chef-nya sedang pergi. Kali ini harus jadi, saya kangen mie pangsit goreng seafood. Namun takdir berkata lain. Sesampainya disana saya langsung melenggang menghampiri waiternya dan mencari menu yang saya incar. Akan tetapi tidak ada satu pun kata mie muncul. Menyadari kebingungan saya sang waiter memberitahukan bahwa semua menu mie sudah dihapus. Saya pun memandang kesekeliling saya dengan heran. Ketika kembali melihat menu untuk mencari pilihan lain barulah saya sadar bahwa warung makan ini sudah berubah nama. Setelah minta maaf karena nggak jadi makan disitu saya dan adik segera pergi. Sepertinya kami harus makan ramen saja di warung yang tadi saya lihat.

***



Dan inilah yang menyambut kami ketika merapatkan kendaraan ke depan warung yang punya area parkir minimalis ini. Wah, ini ya tadi sosok yang terlihat ketika melintas di depan warung. Benar, dengan mengenakan kemeja putih, vest dan dasi ia lebih terlihat seperti seorang yang akan atau sedang nge-MC daripada waiter sebuah warung ramen. Berhubung temanya ke-Jepang-Jepang-an ia malah terlihat seperti seorang host di host club dengan memainkan karakter kutu buku ATAU seorang butler di butler cafe. HAHAHA. Bagi yang kurang paham, mungkin bisa browsing apa itu host club dan butler cafe di google.

Ia menyambut kami dengan ramah, "irrashaimase," ujarnya sambil mengarahkan saya dan adik untuk memarkir sepeda motor dengan rapi. "Berdua saja? Silahkan ikuti saya."

Saya nyaris tertawa terpingkal-pingkal dengan kesuperamahan yang tidak lazim ditemukan di warung pinggir jalan ini. But we played along anyway. Ia berbicara cukup cepat sehingga kami kurang bisa mengikutinya. Sekali lagi ia bertanya jika kami datang berdua saja yang langsung saya balas, "Hai, futari desu." Setelah itu ia diam sebelum akhirnya kembali datang dan menyodorkan dua buku menu yang berbungkus kulit tebal. So exclusive. So so so memancing kernyitan di dahi. Kami menerima buku menu dan langsung mencari bagian ramen-nya. Ada 6 jenis ramen yang disajikan. Kesemuanya mengandung kata karai alias pedas. Karai Ramen biasa, Ebi, Chicken, Beef, Chicken Katsu dan Lobster. Sembari saya dan adik berdiskusi sang waiter terus berbicara memberikan rekomendasi dan side dish yang tersedia. Sekali lagi ia berbicara dengan cepat sehingga kami tidak begitu menangkap apa yang diucapkannya. Setelah memutuskan memesan Chicken dan Beef Karai Ramen setelah Ebi ternyata tidak tersedia di hari itu. Untuk minuman kami memesan fresh milk, vanila dan green tea. Kami sungguh kelaparan. Setelah kami memesan dan ia mencatat, sang waiter kembali menawarkan opsi lainnya seperti penambahan toping. Untuk penambahan toping telur kami akan dikenai tambahan IDR 3000. Saya dan adik memutuskan untuk tidak menambahkan telur setelah mengingat porsi ramen terakhir yang kami makan sudah membuat kami ngos-ngosan untuk menghabiskannya. Apalagi kami juga memesan fresh milk.

Setelah waiter berlalu kami mulai mengedarkan pandangan kesetiap sudut ruangan. Selain kami, ada dua pengunjung perempuan tengah sibuk berfoto dengan DSLR dan didekat pintu masuk ada dua orang bapak-bapak tengah berbincang. Warung ini sederhana. Lantainya beton dan dindingnya diwarnai merah menyala. Dindingnya dihiasi beberapa stiker dengan tema Eropa, Eifel dan Menara Pisa. Selain di dinding, kaca jendela tidak luput dari stiker. Bedanya stikernya stiker pohon sakura. Meja dan kursinya kayu mengkilat. Bagian depan warung langsung menghadap ke Jalan Soekarno Hatta Bukittinggi dan bagian belakang warung adalah halaman dengan beberapa kolam dan kandang kambing. Iya, kandang kambing. Tapi ini tidak mengganggu kok. Malah lucu, seperti sedang di farm house apalagi ada gunung Marapi (atau Gunung Singgalang ya? Saya tidak bisa mengenalinya karena puncaknya tertutup awan). "Itu gunung Fujinya yang dibelakang," ujar saya sambil menunjuk gunung yang digelayuti awan.

Gunung 'Fuji' di belakang Yatai Ramen

Green grass and goats


Rupanya pesanan kami tidak pakai lama. Selang beberapa menit kami disuguhi minuman. Fresh milk vanila untuk adik dan fresh milk green tea untuk saya. Berhubung kami belum ada minum sejak sampai di Bukittinggi tadi, kami langsung menyeruput susu segar tersebut. Vanila milik adik rasanya manis. Seperti SKM -Susu Kental Manis, ujar adik setelah seruputan pertama. Fresh milk milik saya enak, pas dengan rasa green teanya.

Sambil menunggu ramen kami datang, kami berfoto dengan latar belakang dinding merah gonjreng. Yang membuat heran, semua fotonya bagus. Warung sederhana ini ternyata fotogenik dan instagramable.



Finally, ramen kami muncul dengan asap mengepul. Setelah ramen terhidang sang waiter masih sempat mengajukan penawaran-penawaran menu lainnya dan toping. Setelah tawaran itu berakhir tanpa satupun tambahan pesanan dari kami, kami langsung meraih sumpit dan menatanya dengan cantik di atas mangkok. Saatnya mengambil foto makanan ini dari berbagai angle. Yeah i know, anak jaman banget kan? hahaha.




Setelah puas dengan foto-foto sok expert kami langsung menyeruput kuah ramen. Kuah panas itu langsung meluncur dengan mulus melalui lidah ke tenggorokan. Saya bisa mencecap rasa manis, pedas dan sedikit asam didalamnya. Segar. Saya tidak pernah makan ramen yang otentik, ramen yang seramen-ramennya. Sehingga maaf saja saya nggak tahu rasa ramen asli  seharunya seperti apa. Tapi ini enak, serius. Kaget dengan reaksi kami sendiri saya dan adik saling bertukar senyum. Kami pun lanjut menyeruput mie lembut yang tidak lembek sampai mangkuk kami kosong tidak bersisa.




Saya memesan beef karai ramen sementara adik memesan chicken karai ramen. Ramen saya  dilengkapi potongan daging sapi dengan jumlah yang cukup generous sementara sayangnya ramen si adik potongan daging ayamnya tidak terlalu terlihat sehingga sumpitnya seringkali harus menyeberang ke mangkok saya untuk mencuri sepotong dua potong daging sapi. Didalam ramen kami juga temukan potongan sayur dan jamur. Tidak terlalu banyak, andai lebih diperbanyak hehe. Tanpa sadar saya sudah menghabiskan isi mangkok saya. Cuaca yang saat itu tengah mendung dan perut kami yang lapar membuat kami menandaskan ramen beserta kaldunya dengan cepat. Saya bahkan membalas serangan adik saya dengan menyeruput kuah dari mangkok ramennya.

"Enak, nanti kita kesini lagi yuk cobain menu lain," ujar saya setelah menyendok kaldu terakhir di dasar mangkok. "Nanti kita bawa Andre, dia pasti suka."

Adik saya mengangguk setuju.



Setelah membiarkan perut kami berdamai dengan isinya, kami pun berkemas untuk pulang. Saat membayar di kasir, saya mengambil selembar brosur yang menampilkan menu-menu makanan di Yatai Ramen. Selain ramen sebagai menu andalannya, ada juga yakimeshi atau nasi goreng dan steak . Yakimeshi-nya juga dilabeli karai, karai yakimeshi. Untuk steak terdapat dua varian, Tokyo Dome dan Sapporo Dome. Definately must try jika kembali kesini lagi nanti.


Kalau kalian sedang di Bukittinggi, mampir ya ke Yatai Ramen. Pelayanannya bagus, ramah dan sigap walau agak terlalu berinisiatif (?) dan berpakaian seperti waiter restoran fine dining. Sambil makan ditemani alunan lagu-lagu Jepang hits. Mulai dari soundtrack anime sampai lagu populer dari penyanyi seperti Ayaka dan AKB48. Dan yang penting, ramen-nya enak.

akhir kata, gochisousama deshita  ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar