Kamis, 07 Februari 2013

Ladies and the Culture Exchange

Kebudayaan tradisional jepang mungkin adalah kebudayaan tradisional yang paling mengglobal dan menjadi bagian dari kebudayaan populer di berbagai negara dunia. Seperti yang Profesor Situmorang ajarkan kepada saya dan kawan-kawan semasa kuliah dahulu, ada tiga lapisan kebudayaan dalam interaksinya dengan kebudayaan lainnya. Lapisan pertama dan terluar adalah Ilmu pengetahuan dan teknologi, lapisan ke-2 adalah kebudayaan dan paling dalam dan inti dari semuanya adalah agama. 

Lapisan yang paling mudah diserap adalah lapisan terluar, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketika sebuah komunitas masyarakat berinteraksi dengan komunitas di luarnya pastinya yang pertama kali dengan mudah mereka serap adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dan diaplikasikan oleh komunitas tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari bagaimana Belanda menjajah Indonesia sampe lebih dari 3 abad. Memang sangat menyedihkan dijajah dan diperas sampe ke sum sum tulang belakang, tapi look at the bright side perlahan masyarakat Indonesia mulai teredukasi dengan cara Belanda. Setelah menyerap pendidikan Belanda maka kemudian cara hidup meneer dan noni akan ikut diadaptasi dan selanjutnya kita tahu bahwa kemudian agama Kristen juga berkembang di Indonesia. 

Di era modern sekarang ini perdagangan masih tetap menjadi media pertukaran kebudayaan. Jika dulu perdagangan antar bangsa dilakukan dengan cara barter maka sekarang ekspor impor menggantikannya. Produknya bukan hanya rempah dan tekstil, sekarang kebudayaan pun dikemas dan di perdagangkan dengan kemasan baru. Caranya? contoh sederhana adalah restoran franchise. Wendy's, Domino Pizza, Hoka Hoka Bento, A&W, KFC dan berbagai restoran fine dining berlisensi yang tersebar di kota-kota besar. Belum lagi cabel television yang memungkinkan kita menikmati sajian berita dan hiburan dari berbagai negara. Perlahan tapi pasti, kita mulai menyerap nilai-nilai kebudayaan dari negara seberang tersebut dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Lewat jalur pendidikan kebudayaan asing juga menelusup ke dalam kehidupan. Sekolah-sekolah di Indonesia banyak yang memasukkan pelajaran bahasa asing dalam kurikulum.Tidak hanya bahasa Inggris yang lazim disebut bahasa internasional, bahasa Jerman, Arab, Belanda, Jepang dan Mandarin. Di bangku kuliah, mempelajari bahasa tidak hanya sekedar tata bahasa dan kosa kata namun juga kebudayaan. Tidak heran jika disela-sela perkuliahan mahasiswa-mahasiswi bahasa asing akan mengadakan festival atau pertunjukan kebudayaan dari bahasa yang mereka pelajari. Yang paling semarak dan rutin diadakan dan tentunya menarik banyak atensi baik dari pakar dan awam adalah festival kebudayaan jepang. 

Korean Wave boleh mewabah, tapi belum bisa mengalahkan  meriahnya Festival Kebudayaan Jepang. Kalau menurut pendapat pribadi saya sih karena budaya populer Korea yang masuk ke Indonesia masih menyentuh satu lapis masyarakat saja yaitu sebagian besar teens dan young adult. Bandingkan dengan kebudayaan populer Jepang yang menyentuh nyaris seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Anak-anak akan tertarik dengan animasi dan komik, remaja dengan harajuku style, dewasa dan orang tua tentunya lebih suka menikmati sesi workshop chanoyu, ikebana dan shodo. Itu lah daya tarik dari kebudayaan Jepang.

Jika Bunkasai lagi marak-maraknya diadakan seantero Medan ( dari Binjai sampai Perbaungan ikut-ikutan ) kebanyakan dibanjiri anak muda dan orang tua yang mendampingi anak-anaknya. Maka kali ini Konsulat Jenderal Jepang di Medan dengan didukung oleh perkumpulan Nyonya-Nyonya Medan Japan Club (Para Nyonya dari ekspat yang bekerja di Medan) mengadakan acara pengenalan kebudayaan Jepang bagi ibu-ibu PKK kantor Gubernur Sumatera Utara pada 6 Februari 2013. Acara ini terdiri dari workshop ikebana, chanoyu dan pemakaian yukata

Kehadiran saya di acara ini bukan buat terlibat langsung, hanya untuk urusan dekor mendekor. Tapi saya dan teman-teman satu tim dekorasi sempat menyaksikan chanoyu dan pemakaian yukata sebelum membenahi dekorasi setelah acara selesai. Dari apa yang saya lihat, para ibu-ibu PKK tampak sangat excited dan curious dengan setiap langkah-langkah chanoyu. Mereka juga banyak bertanya, mulai dari pertanyaan remeh sampai cukup serius. Ibu Khadijah dari Konsulat Jenderal Jepang di Medan juga menjabarkan berbagai keterangan dan informasi mengenai upacara minum teh sementara Mrs Kai suiko beraksi. Untuk ikebana ada Mrs Sakae Sitompul sebagai instrukturnya.

Saya tidak melakukan tanya jawab, apalagi wawancara di acara ini. Hanya jadi penonton pasif, dan pengamat aktif berhubung mata saya mengantuk sangat haha. Tapi saya menyempatkan diri buat mengambil beberapa gambar ...

















The flowers

The Arrangement 

1 komentar:

  1. Saya lagi mencari instruktur yang bisa mengajar ikebana. Apakah anda punya informasi yg bisa saya hubungi mengenai ibu sakae? Terima kasih

    BalasHapus