Selasa, 14 Februari 2017

Jelajah Pariangan Part 6 : Jembatan Tua, Rumah Kecil nan Elok dan Balai Saruang


Satu hari rasanya tidaklah cukup untuk menjelajah Nagari Tuo Pariangan. Itu lah yang kami rasakan ketika hari beranjak sore di Pariangan. Masih ada banyak tempat-tempat menarik yang belum kami kunjungi seperti Kincia Tuo dan Lubuak Dabua. Untuk mempersingkat waktu, kami putuskan melihat dan memotret hal-hal menarik yang kami temukan di sekitar Mesjid Ishlah, Mesji Tua Minangkabau.





Konon asal muasal kata Tanah Datar atau Tanah Data dalam bahasa Minang berasal dari tanah datar yang ditemukan oleh nenek moyang di lokasi Mesjid Ishlah berada sekarang ini. Mungkin karena sulitnya menemukan tanah yang landai di lereng gunung tersebut, nenek moyang sampai sangat kegirangan dan menari-nari di tanah datar tersebut. Tempat tersebut dinamakan panarian, tempat beriang-riang lalu kemudian kata-kata inilah yang dianggap sebagai asal muasal nama Pariangan.

Cerita lainnya adalah mengenai Pariangan adalah munculnya nama ini dalam prasasti Pagaruyung VII yang alih aksaranya dilakukan oleh ahli Epigraf, JG De Casparis. Hasil alih aksara Casparis memunculkan kata parhyangan yang mana berarti tempat persemayaman para dewa. Hal ini merujuk pada tradisi Hindu yang memuliakan gunung-gunung dan puncak tertinggi sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Kalau mengingat sejarah Minangkabau kuno tidak terlepas dari pengaruh Hindu dan Buddha, hal ini bukan tidak mungkin. 





Saya telah jatuh cinta kepada rumah mungil nan cantik ini sejak tahun 2014 ketika pertama kali saya melihat rumah ini bersama tamu yang saya bawa mengunjungi Mesjid Ishlah Pariangan. Ketika saya kembali lagi ke Pariangan bersama tamu Carel, tamu saya dari Belanda, kami berkenalan dengan gadis manis anak pemilik rumah. Gadis manis ini bernama Monalisa, dan ia sehari-hari dipanggil Lisa. Ketika saya dan Kuntum mampir ke rumah ini, kami tidak menemukan seorangpun berada di rumah. Tetangga Lisa mengatakan bahwa Lisa belum lagi pulang sekolah dan Ibunya mungkin masih sibuk di sawah dan ladangnya.



Jembatan tua ini sangat menarik dan instagramable banget! Jangan lewatkan untuk berfoto disini ya. Air sungai yang mengalir dibawahnya juga sangat jernih, kita dapat dengan mudah memandangi ikan-ikan yang berenang di dalamnya.




Balai saruang adalah balai pertemuan kecil yang luasnya hanya satu ruang (saruang) saja. Saya pernah memasuki halaman Balai Saruang ini tahun lalu. Selain terdapat batu sandaran untuk duduk bermusyawarah terdapat juga beberapa makam di dalamnya. Namun saya tidak dapat memasuki bangunan balai saruang karena dalam kondisi terkunci. Balai ini membuktikan bahwa Pariangan adalah pusat hukum adat tertinggi di Ranah Minang karena di balai ini lah Tampuak Tangkai Alam Minangkabau, Angku Bandaharo Kayo memutuskan sebuah hukum dan perkara. Artinya, tidak ada keputusan lain di luar balai saruang yang dapat menandingi keputusan Angku Bandaharo Kayo. (Sumber klik disini )



Rumah-rumah tua dan surau-surau kaum yang ada di sekitar Mesjid Ishlah sudah berusia ratusan tahun dan sebagian besar masih cukup terawat. Konon ketika lebaran tiba, para perantau senior yang berbondong-bondong pulang kampung masih suka menyambangi surau-surau ini untuk bernostalgia masa-masa mereka belajar dan tidur di surau.


And finally, Happy travelling people !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar