Kamis, 04 Oktober 2012

The Perks of Being an Ugly Ducky


The Perks Of Being An Ugly Ducky? Bah, siapa sih yang tau untungnya menjadi seorang buruk rupa? Saya rasa perempuan mana pun di dunia ini nggak ada yang mau dikatai buruk rupa, apalagi secara terang-terangan di wajah mereka. Tapi saya merasakannya. Sering malah. Dibilang bermuka pas-pasan oleh orang yang ada disekitar saya. Nggak semuanya juga sih ngatai saya jelek ato sebagainya. Mereka umumnya menggunakan istilah yang merujuk pada arti sebenarnya yaitu, "you're not pretty OK !". And you know what, sampai saat saya mengetik paragraf pertama ini saya masih bisa tertawa dan dan berpikir, situ OK ?

Saya lahir dengan kulit kuning langsat (sepertinya), jika melihat foto masa kecil saya kulit saya nggak keling-keling amat kok. Cuman yah dasarnya anak desa yang bermain selalu terpapar matahari khatulistiwa lama-lama kuning langsat akan berganti menjadi sawo matang juga, secara over cooked under the sun. Rambut saya juga tipikal rambut yang dikategorikan hair dresser sebagai rambut tidak terawat dan tidak ternutrisi. Kering ,meranggas dan bercabang sana-sini. Maklum deh om, dari pada luluran atau hal-hal berbau beuty treatment dulu saya nggak kenal. Penampilan saya juga nggak kalah biasanya. Boyish, dengan hobby menggunting celana jeans tua bapak dan kaos oblong. Atau kalo lagi agak kreatif saya pakai dress tua Ibu saya yang banyak tersimpan di rumah nenek di kampung. Apa yang saya kenakan tentunya tidak pernah mencerminkan atau merepresentasikan tren busana saat itu yang dikampanyekan oleh majalah-majalah seperti Aneka Yess, Gadis, Hai!, Anita Cemerlang,  Annisa (what?), dan Kawanku.

Tapi, ajaibnya saya sempat bercita-cita menjadi seorang Fashion Designer. WOW.  ehm, sampai sekarang masih sih. Hahahaha.

Kembali ke masalah ugly ducky stuff tadi, jujur saya nggak pernah merasa saya jelek. Saya cuman merasa saya ke -PE-DE-an. Saat bercermin setiap akan berangkat ke kampus pun saya selalu cermat dalam memilih pakaian. Saya  bukan orang yang selalu ingin ber-fashion statement, bukan. Yang terpenting bagi saya adalah saya nyaman memakainya dan apa yang saya kenakan bukan sesuatu yang lagi booming. Karena jujur saya tidak suka kemakan tren. Saya termasuk telat menyerap tren bercelana pinsil, bercelana lebar, bercardigan warna-warni dan berbaju chiffon.  Sampai saat sekarang ini! (satu yang masih belum saya cicipi adalah high waist-thing -____-)

Orang yang pertama kali secara tidak langsung mengatai saya jelek adalah ibu dari teman dekat saya di kampung halaman. Teman saya namanya Wenny adalah gadis jawa tulen yang berbahasa Minang. Maklum, ia lahir dan besar di Sumatera Barat, baru di umur 20 tahun ia mengunjungi tanah kelahiran emaknya di Jawa sana. Ia cantik, putih dan rambutnya lurus indah. Saya pernah sedikit iri dengannnya. Tapi tidak lama. Saya senang ketika menemui fakta saya sedikit lebih pintar daripada Wenny, karena dia suka datang ke rumah saya untuk diajari pelajaran sekolah, khususnya bahasa Inggris.

dalam sebuah kunjungan ke rumah Wenny, saya tidak ingat tahun kapan itu entah saya masih kuliah atau SMA, saat itu saya dan Emak Wenny sedang bercerita mengenai abang saya, Ari. Ari berkulit putih dan berwajah cukup cute karena fotocopy Ibu saya, se-copy-paste-nya (sayang sekali Ibu saya lumayan petite, dia juga ketiban petite deh gyagagagaggagaga). Si Emak tah dari mana awal mulanya berkata, "Wajahmu Wil, keras. Potongan jantan." Saya ,"...". Saya spechless. Tidak mengerti maksudnya tapi tau maknanya. Tapi jujur saat itu saya biasa-biasa saja sampai saya bercerita soal ucapan si Emak sama Ibu saya. Ibu saya berang! Dia tersinggung. "Apa maksud dia ngomong seperti itu?" Saya menyabarkan Ibu dengan cueknya. Wong saya aja nggak tersinggung kok. Lagian kalo marah sama aja ngakuin kalo saya benar seperti apa yang dikatakan si Emak.

Lalu saat kuliah dan ngontrak di rumah seorang bidan kaya yang bahenol dan cukup awet muda saya kembali jadi korban dikatai 'jelek'. Si ibuk Bidan dekat dengan saya karena sama-sama suka baca komik. Awalnya dia sering menawarkan krim-krim kinclong pemutih extra cepat. Saya selalu nolak. Tapi akhirnya saya  nyoba dan cuman bertahan 2 bulan. Wajah saya jadi aneh. Kulit (wajah) saya memang jadi putih, tapi bukan putihnya kulit, lebih terlihat seperti bercak panu raksasa.

Dalam satu kesempatan dia yang doyan curhat terselubung dan memotivasi saya untuk kawin muda berkata. "Kau Wil, orangnya baik, enak diajak ngomong lagi. Tapi sayang penampilan mu kurang." Aku ketawa kaku. Ada-ada saja si Ibuk bidan bahenol ini.Bukan cuman sekai dia ngomong seperti itu sih. Saat itu kami tiba-tiba beralih ke topik selingkuh  dan tiba-tiba dia berucap, "Si Wilma ini nanti kalo dapat jodoh laki orang pasti. Kau tau kenapa seorang suami selingkuh? Karena bosan dengan istrinya. Bukan karena Istrinya Jelek, tapi komunikasi dengan istrinya nggak bagus. Nanti si wilma ini bisa jadi pelarian sama laki-laki itu. Soalnya dia enak di ajak ngobrol." Aku ketawa ngakak mendengar pendapat ngawur si kakak. Tapi dalam hati aku memakinya, "Sialan kau, kusumpahi selingkuh beneran lakik mu tau rasa!". *yang ini becanda ding*

Dan masih, saya kemudian benar-benar tertawa ketika bercerita ulang dengan teman satu kontrakan saya. I feel fine.

Lain saya, lain lagi seorang kenalan saya. Sebut saja namanya Rosa. Dia mantan model yang tidak pernah benar-benar serius dengan modelling. Pertama kali bertemu adalah saat saya menangani edisi Anniversary sebuah tabloid remaja lokal Medan yang melakukan perombakan imej dan format. Awalnya si gadis cantik ini diplot sebagai model fashion halaman tengah. Tapi berhubung saya dan juga owner tidak puas dengan model cover, maka dia dipanggil ulang difoto untuk cover.

Saat itulah saya menyadari sesuatu yang aneh tentangnya. Si gadis cantik ini kurang PD dengan kecantikannya. Berkali-kali dia berkomentar mengenai fotonya dirinya jelek di foto-foto yang diambil oleh fotografer kami. Saya pun sempat gerah juga. Tapi berhubung ini kerjaan, yanh disabar-sabarin aja. Toh yang jelek dia kok, bukan saya =p.

Kerjasama kedua adalah ketika  Saya dan dua orang teman sedang ingin membuat portofolio untuk brand Fotografi kami, TROTOA. berhubung setelah pemotretan kami cukup akrab, maka saya meminta dia menjadi model gratisan. Dia memang gadis baik hati, Rosa mengiyakan tawaran kami dan bersedia di foto gratisan. Saat difoto dia tidak terlalu berkomentar soal dia jelek dan sebagainya (saya bersyukur sehingga saya tidak perlu berkali-kali meyakinkan betapa cantiknya dia).

Namun sifat 'itu' muncul lagi saat foto2 sdh masuk bagian editing dan di upload ke FB dan situs kami. Rosa mulai berkomentar dia jelek dan ber-drama ria. Minta foto-foto yang dia terlihat jelek dimatanya dihapus. Aduh mbak cantik ni. Payah kali lah memang.

Lanjut ke kerjasama ke-3 dan terakhir beberapa minggu yang lalu kerjasama yang ke-4. Saya gerahhhhh.

Di kerjasama ke-4 kami melakukan pemotretan dengan tema sedikit mnyerempet fairy tale. Dia berdandan ala peri yang lucu dan manis dengan baju-baju yang feminin. Saat pemotretan saya mengarahkkan agar dia sedikit membuka bibirnya, karena saat mengatupkan bibirnya wajahnya jadi kaku dan ekspresinya tidak hidup.  sepertinya Rosa tidak nyaman dengan arahan tersebut sehingga dia tidak konsen dan mulai tampak bete. Dia berkata karena terlalu berkonsentrasi ke bibir dia jadi tidak fokus saat difoto. Dan mulai lagi drama soal betapa jeleknya dia bergulir. Bibirnya jelek lah, idungnya peseklah, matanya sipitlah.. Who the hell in the world yang bakal bilang lu jelek kalo liat foto lu yang jelas-jelas mata lu disitu belo, hidung lu walo mungil tapi cukup bangir, dan bibir lu juga cowok mana pun bakal berkomen kissable (no, i'm not a gay... but i think all boys will told her so).

karena gerah saya akhirnya berkata dengan galak, " Berhenti ngatai diri sendiri jelek napa? Kalo sempat diamini malaikat dan wajahmu bener-bener jelek tau rasa. Biar kamu tau  jadi jelek tu kek mana rasanya. Ada banyak orang jelek yang rela nukar wajahnya sama wajah kamu kok."

Dia mingkem dan pemotretan berlanjut. God, Saya berharap dia berhenti mengatai dirinya jelek setelah itu. Tapi...

Seminggu setelah pemotretan.
"Kak tolong hapus foto-foto berbaju merah ya. jelek kali aku disitu."
"Lho siapa yang bilanng jelek rupanya? Aneh banget deh."
"Teman-temanku, mereka bilang jelek kali aku di foto itu."

Orang stress.


Jadi hikmahnya bagi saya sampai saat sekarang ini adalah, I'm Ok with me. i'm OK with my body, and i'm OK with my personality. Orang bilang apa saya nggak peduli.  malah saya bersyukur karena setidaknya saya tidak menghujat Tuhan akan karunia wajah dan tubuh yang dianugerahkannya kepada saya. Selagi saya nggak  bikin orang susah peduli amat mereka ngomong apa. Saya semakin berisi belakangan katanya? Alhamdulillah. Saya makin keling katanya? Segera beri Shinzui dan luluran tiap hari hahaha. yang jelas saya tidak terobsesi untuk menjadikan diri saya seperti para bintang iklan sabun atau pembersih wajah, krim malam dan sebagainya. Saya hanya ingin mengambil kritik positifnya saja. Kalaupun saya luluran, maskeran dan sebagainya lebih kepada tujuan merawat diri. Dan yeah, saya menemukan kenikmatan saat berdandan belakangan (saya memutuskan untuk belajar dandan karena mau terjun kedunia kerja). Saya senang saat memulas lipstik, mengaplikasikan eye-liner, menyapukan maskara ketiap helai bulumata saya dan tersenyum puas saat memandang hasilnya di cermin. I'm Beautiful, no matter what they say.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar