Kamis, 04 Oktober 2012

A Very Long Journey To Medan



Tahun 2012 , 6 tahun sudah saya berdomisili di kota Medan. Berawal dari asal pilih jurusan saat SPMB tahun 2006 (Saya maunya Sastra Jepang Universitas Andalas (UNAND), tapi yakin sama kemampuan yang tak seberapa saya tempatkan Sastra Jepang UNAND di pilihan ke-2, USU dengan Sastra Jepang-nya di pilihan pertama. Apa daya, saya ternyata lebih pintar sedikit sehingga jeblos di pilihan pertama).

Kalau diingat-ingat, perjalanan saya menuju Universitas Sumatera Utara atawa USU ini memang penuh drama dan air mata. Jika orang tua lainnya menyambut gembira kabar kelulusan SPMB anaknya, lain dengan saya. Suara Bapak terdengar cemas dan hopeless begitu saya kabari via telepon bahwa saya lululs di USU, bukan di UNAND. Ia lantas bertanya, "USU itu di Medan?", Ia menghela napas berat lagi. " Wil mau pergi ke Medan?" . Dan saya terdiam seribu bahasa. Medan? Berapa duit butuh buat kesana ya?

Dengan kondisi uang pas-pas-an (entah Bapak minjem dari mana saya nggak tahu), maka kami berbapak-beranak ini memulai sebuah langkah kecil yang tidak kami duga sangat panjang menuju kehidupan baru si putri sulung yang 18 tahun hidupnya hanya mengenal kota Batusangkar. Sebelum berangkat ke Medan, Bapak bertanya kepada tetangga kami yang kebetulan pernah ke Medan,

Bapak saya : "Kira-kira berapa jam ke Medan?"
Bapak Tetangga : " Agak lebih jauh sedikit lah dari Pekanbaru."
Bapak Saya : "Ada lah 7-8 jam ya?"
Bapak Tetangga : "Yah, kira-kira segitu lah"

Maka dengan jantung berdebar kencang akibat bawaan yang sungguh teramat berat saya dan bapak beranmgkat menuju Bukittinggi. Lho, kok Bukittinggi?. Karena memang dari sanalah kami dapat menumpangi Bus besar yang akan menuju Medan. Modal tanya sana -sini kami akhirnya menitip sama keponakan Bapak tiket menuju Medan di Loket Bus ALS.

7 Jam kemudian...

Kami sampai di Kota Nopan dan sedang berhenti di sebuah rumah makan. Bapak pun bertanya kepada pelayannya,
Bapak Saya : "Berapa jam lagi Medan pak?"
Bapak Pelayan : melihat jam dengan serius, saat itu menunjukkan pukul 11.45 "Kalau dari sekarang, kira-kira Bapak besok masuk kota Medan jam 3 sore lah."
Bapak Saya : "What De Fuk !!!" -ini cuman becanda lho-
Saya             : melongo dengan takjub !

11.45 PM - 03.00 PM (keesokan harinya lhoooo). Berarti 15 Jam lagi ? Durjanaaaaaa ! Bapak tetangga saya kok bilangnya cuman 7-8 jam. Durhakaaaa!

10 Jam kemudian..

Saya   : suara mulai serak, badan mulai lemas, sudah seharian jam belom berak sama sekali "Dimana kita pak? Sudah sampai Medan?"
Bapak Saya  : memandang nanar keluar jendela bus " Ban pecah, lagi diperbaiki sama supirnya"
Saya   : -tidur lagi-

3 jam kemudian...

Anak tetangga kami yang sudah terlebih dahulu di Medan dan berencana menjemput kami di pol Bus ALS menelpon..

Anak Tetangga : "Sudah sampai mana?"
Bapak Saya  : "Walah, nggak tau ni ya. Nggak ada papan nama. Di luar gersang semua. Dari tadi ada yang nampak cuman sawit."
Anak Tetangga : "Siantar Bukan?"
Bapak Saya : "Siantar? Siapa Itu?"
Anak Tetangga : "Siantar nama kota pak, yaudah kalau begitu nanti kalau udah masuk Lubuk Pakam sms saya ya."


3 jam kemudian..
Anak tetangga  nelpon lagi..
Anak Tetangga : "Sudah nyampe Pakam kan pak?"
Bapak Saya   : "Belum, masih di Aek Kanopan. Masih jauh ya ke Medan?"
Anak Tetangga: "Masya Allah, kok masih di kota Pinang pak?"
Bapak Saya  : "Tadi Ban busnya pecah, agak lama memang memperbaikinya."
Anak Tetangga : " Oalahhh... pantesan lama "
Bapak Saya : "Masih Lama ya?"
Anak Tetangga : " 5-6 jam lagi pak."
Saya   : -pingsan-


Akhirnya setelah menempuh perjalanan nyaris 30 Jam kami sampai di Kota Medan jam 9 malam disambut guyuran hujan deras petir menyambar dan mati lampu. Saya dan Bapak benar-benar lelah fisik dan mental.

Beberapa tahun kemudian, saya sudah level advanced kalau naik Bus Medan Bukittinggi. Saat ditanya berada dimana dan berapa jam lagi sampai rumah saya fasih menjawab 7 jam lagi, 5 jam lagi, 2 jam lagi. Medan-Tanjung Morawa-Lubuk Pakam-Tebing Tinggi-Pematang Siantar-Parapat-Balige-Sipirok-Padang Sidimpuan-Muara Sipongi-Rao-Pasaman-Bukittinggi. 6 tahun sudah saya melalui rute itu.

Pernah sekali saya iseng minta dibelikan tiket pesawat yang harganya mendekati Rp400.000. Abang saya yang lagi baik hati memenuhinya. dan akhirnya saya mengalami pengalaman terbang pertama dengan Sriwijaya Air. Kurang dari 1 jam saya mendarat di Bandara Internasional Minangkabau. Saya takjub. 1/24 dari jarak tempuh biasa. Tapi tetap saja saya butuh 3 jam untuk mencapai rumah dari BIM ke Batusangkar. dan biaya yang dikeluarkan adalah 3 kali lipat ongkos bus termasuk makan. Apa pasal? selain taxi bandara, airport tax, tiket pesawat sekali jalan, yang paling memberatkan adalah sewa travel . Penerbangan Medan Padang hanya ada 2 kali sehari. Dengan Lion pagi hari dan Sriwijaya sore hari. Kalau terbang pagi saya terkendala akomodasi pagi buta. Kalau sore saya bisa bergerak sendiri. (Alasan sebenarnya lebih karena saya malas bangun pagi, apalagi sejak ngontrak rumah, saya tidak perlu lagi buru-buru bangun pagi hanya untuk antri ke kamar mandi).

And finally, benar-benar jalan yang sangat jauh menuju Medan. Sebuah langkah besar bagi seorang upik dari kota kecil yang terbiasa bnermain di sawah dan di ladang. Bukan Jakarta memang, tapi si upik ini bersyukur ia datang ke Medan dan akhirnya jatuh cinta setengah mampus dengan kota yang telah banyak memberikannya kepahitan dan kebahagiaan.

(FYI : foto saya catut dari situs Bis Mania, sering juga  liat2 situs bis ini buat baca pengalaman para pengguna setia bis. Image credit ada di foto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar